Senin, 08 Februari 2010

sastra indonesia unismuh


TEMLAWUNG

bulan wengi iki

cahyane pecah sandhuwuring akasia

pangiraku,

bulan kuwi isih rembulan

dhek kala sliramu ing sisihku

netramu sing edum

nyimpen sih katresnan kang nandhes sajeroning ati

lan tan ono kandhege

dak sok banyu mili tresnaku kapisan

marang sliramu

dino-dino kebak kembang mlathi

rinonce dadi kalung putih

nanging lelakon wis cuthel

kesaput mendhung lan pedhut

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »


SEHELAI DAUN JATI MELAYANG LURUH

ini sampai pada batas

antara nurani dan kekuatan

apa yang akan terjadi, apa yang akan kulakukan

embun menetes tak memberi arti

di awal musim kemarau tahun ini

kaki terayun tiada tujuan,

berlalu kelu memagut beban

derai-derai duka

kutabur di atas roda menggelinding

menyusuri lelehnya aspal jalanan

angin berhembus menyibak ranting

sehelai daun jati kering luruh

melayang berputar jatuh terserak

menutupi luka tanah yang kering merekah

kusemai dukaku tanpa menanggung harapan

kecambah tumbuh terpanggang surya

kemarin, musim hujan berlalu

kutanya dia saat jumpa

berapakah harga sebuah kata?

bola matanya meredup

hanya angin menggoyang ujung-ujung rambutnya

harum lembut tercium

panas kurasakan,

di sini kupertaruhkan arti mimpi semalam

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »


DE-JAVU

Malam ini aku adalah asap putih yang diam-diam masuk celah atap rumahmu. Perlahan kubuka pintu kamarmu. Kudekati ranjangmu. Aku tahu kau pura-pura tidur tapi menanti. Kau Adam yang menunggu Hawa. Lalu, aku menyusup dalam selimutmu. Kujamah nakal tubuh laki-lakimu, kau pagut aku. Desah nafasmu membakar pori-pori di tiap lekukku.

Rembulan telanjang berbaring di atas daun bambu. Hiraukan senandung angin malam yang mengusik tangis bayi yang kehausan karena tetek sang ibu sedang dipinjam bapak. Sesaat kutahan jalannya waktu.

Tapi, akhirnya kusaksikan kaki malam tak mampu lagi menahan bergulirnya embun jatuh di atas pelepah pisang. Kuusap lembut matamu yang terpejam. Kebersamaan ini hanyalah senandung mimpi yang terbungkus fatamorgana. Gelapnya malam adalah sembilu hati yang menyerpih luka.

Kepak jiwaku kembali meniti serat-serat kabut dini hari. Bila malam esok kau jumpai kunang-kunang di kebun, pada kerlip sinarnya telah kutitipkan sekuntum rindu, biarlah cinta memilih jalannya sendiri.

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »

ABSTRAK

Mahmuda, Elfi Mariatul. 2007. Karakteristik Teks Berita di Koran (Sebuah Analisis Wacana Kritis). Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Islam Malang.

Pembimbing: Dr. Mujianto, M.Pd.

Kata kunci: Analisis Wacana Kritis, teks berita, representasi, relasi, identitas, konteks sosial.

Bahasa yang digunakan dalam teks berita adalah bahasa yang telah mengalami proses pengolahan sehingga maknanya tidak bisa dipahami dengan hanya melihat hubungan formal struktur gramatika saja tetapi harus dihubungkan dengan konteks di luar teks. Ada beberapa alasan teks berita menarik diteliti:

(1) pemakaian bahasa di koran sangat intensif, (2) setiap produk teks berita telah melalui proses pengolahan bahasa sehingga teks tidak lepas dari maksud-maksud yang sesuai dengan keinginan pihak penulis berita, (3) penggunaan bahasa di media secara langsung atau tidak langsung memiliki andil dalam persoalan-persoalan di tengah masyarakat, dan (4) bahasa dalam teks berita mengandung pesan tersembunyi di balik makna gramatikalnya.

Salah satu pisau bedah yang dapat digunakan untuk memahami pesan tersembunyi bahasa teks berita adalah Analisis Wacana Kritis. Analisis wacana Kritis adalah adalah sebuah pendekatan kritis pada wacana untuk mencari hubungan antara teks (micro level) dengan konteks sosial masyarakat (macro social level). Dalam Analisis Wacana Kritis terdapat tiga langkah analisis secara simultan, yaitu deskripsi, interpretasi, dan eksplanasi.

Ada tiga masalah yang menjadi kajian dalam penelitian karakteristik teks berita di koran, yaitu unsur (1) representasi, (2) relasi, dan (3) identitas.

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan paradigma kritis. Data diperoleh dari lapangan, yaitu pemakaian bahasa Indonesia di koran Jawa Pos, Kompas, Radar Jember, dan Surya. Dalam penelitian ini peneliti menjadi instrumen kunci. Untuk menjaring data peneliti menggunakan teknik observasi langsung pada sumber data dengan menggunakan panduan kodifikasi data dan panduan analisis data. Data yang terkumpul dalam panelitian ini lalu dianalisis menggunakan ‘model alir’ Miles dan Huberman.

Berdasarkan analisis data penelitian ini ditemukan bahwa wartawan dalam representasi teks berita mendayagunakan unsur-unsur kebahasaan sebagai berikut. Pertama, kosakata, meliputi asosiasi dan metafora. Kedua, tatabahasa, meliputi: bentuk proses dan partisipan. Bentuk proses meliputi: proses tindakan, proses peristiwa, proses keadaan, dan proses mental. Bentuk partisipan, meliputi: partisipan sebagi pelaku, partisipan sebagai korban, dan nominalisasi. Ketiga, nominalisasi anak kalimat atau koherensi lokal, meliputi: elaborasi, perpanjangan tambahan, perpanjangan kontras, perpanjangan pilihan, dan mempertinggi. Dan, keempat, rangkaian antarkalimat atau penonjolan bagian penting, meliputi aspek-aspek: (1) pandangan wartawan terhadap partisipan, yaitu partisipan ditampilkan sebagai aktor mandiri atau pemberi reaksi, (2) informasi penting ditampilkan sebagai latar depan, informasi kurang penting sebagai latar belakang, dan

(3) pemberian detil terhadap ide dominan yang didukung wartawan. Untuk menonjolkan hal penting wartawan menggunakan variasi: (1) aktor mandiri sebagai latar depan dan sebagai detil, (2) aktor mandiri sebagai latar depan, aktor pemberi reaksi sebagai detil, dan (3) aktor pemberi reaksi sebagai latar depan juga sebagai detil.

Relasi dalam teks berita di koran ada tiga macam pola yang digunakan wartawan, mencakup (1) hubungan antara wartawan dan khalayak, (2) hubungan khalayak dan partisipan publik, dan (3) hubungan antara wartawan dan partisipan publik.

Identitas dalam teks berita di koran ada tiga cara yang dilakukan wartawan: (a) wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari khalayak, (b) wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari partisipan publik, dan (c) wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai pihak mandiri.

Konteks sosial dalam teks berita koran, yaitu (1) konteks situasi saat teks berita dibuat, (2) adanya nilai-nilai dan ideologi masyarakat yang terdapat teks berita, dan (3) adanya pengaruh institusi dalam teks berita, seperti: pemerintah, politik, ekonomi, budaya, seni, hukum, agama, dan sebagainya. Isi sebuah teks berita biasanya adalah konflik yang berkaitan dengan sistem politik, ekonomi, hukum, agama dan sebagainya. Di dalam konflik itu ada kekuatan dominan yang menggunakan media sebagai alat untuk menggalang dukungan gagasan dan pendapat.

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »

ILUSI PUCUK-PUCUK RANDU

bila saatnya tiba

batas waktu menjadi tipis

bulan dan matahari bersatu

bersama berbagi sinar kehidupan

mengusir kabut di pucuk-pucuk kapuk randu

ketika aku tanpa mimpi

getaran rindu menggoda hati,

pada rasa harum melati

namun, panasnya angin tengah padang berhembus

menerpa debu tanah tak terkendali

berpusar, tertapis batang-batang ilalang kering

melatiku pudar

sampai di sini langkahku

di tengah padang diri yang sepi

sementara aku masih mendekap

ilusi dan khayalan di dada,

kusaksikan pipit terbang menembus cakrawala

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »

APAKAH ARTI KESABARAN ANDA?

Sabar atau kesabaran sebagai suatu kata yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dijalani. Kata sabar akan selalu berkaitan dengan adanya kesulitan atau masalah yang dihadapi oleh seseorang. Selama menghadapi masa sulit lalu berusaha berusaha keluar dari masalah, itu merupakan sebuah proses kesabaran. Apakah kita orang yang sabar?

Apa pun yang dihadapi manusia memiliki makna sebagaimana manusia memahaminya. Kita harus selalu ingat bahwa “tiada ada suatu musibah (cobaan) pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah,”(At Taghaabun:11).

Jika aku merasa harus bersabar dalam menghadapi berbagai masalah di dunia ini maka bagaimanakah aku harus bersikap dan memandang masalah itu? Dalam kategori yang mana kesabaranku itu? Bagaimana dengan Anda memaknai kesabaran Anda sebagai suatu sikap?

Dalam agama, sabar memiliki dua dimensi. Pertama, sabar menghadapi cobaan atau baliyah dari Tuhan. Kedua, sabar meniti perjalanan lurus dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Ulama terkemuka Imam Junaid Al Baghdadi memberikan kriteria cobaan Allah dalam empat kategori.

(1) Adzab

Adzab yaitu cobaan Allah kepada hamba-Nya, baik perorangan, keluarga, maupun kemasyarakatan, disebabkan kesalahan hamba sendiri. Jadi, adzab adalah refleksi dari perbuatan atau pelanggaran, cerminan dosa yang diperbuat manusia itu sendiri. Jika itu sudah dijalani,berarti sudah impas dari sisi dunia, walau pun nanti di akhirat tetap dimintai pertanggungjawaban.

Cara menghadapinya dengan istighfar, pengakuan dosa, berhenti dari berbuat dosa, dan menyesal. Ini penting, karena tidak semua orang berhenti itu menyesali perbuatan dosanya. Selanjutnya, membenci perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Jika empat hal itu sudah dilakukan, ini namanya taubatannashuha.

(2) Imtihan atau ujian

Imtihan atau ujian, yaitu cobaan Allah yang diberikan justru karena orang itu benar untuk diuji kebenarannya dan diketahui apakah dia tetap konsisten pada kebenaran itu manakala ada goncangan. Hal seperti ini selalu ditemui oleh hamba-hamba Allah yang luhur, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW, Idza ahabballahu ‘abdan ibdalahu, apabila Allah mencintai hambanya maka yang dikirim lebih dulu cobaannya.

(3) Musibah atau kecelakaan

Musibah atau kecelakaan murni, bukan karena kesalahan melainkan karena Allah memang menghendaki begitu. Tujuannya untuk memberi pengertian bahwa rahmat Allah itu mahal. Sebab manusia punya tabiat: ‘Yang tampak yang tidak ada, yang ada yang tidak tampak.’ Ketika kita sehat tidak tahu harga sehat. Mahalnya sehat hanya dipahami oleh orang yang sakit. Akhirnya, orang yang terkena musibah menjadi maklum bahwa manusia tidak berkuasa total atas dirinya sendiri.

(4) Istijroj

Istijroj dalam bahasa Jawa biasa diartikan penglulu, yakni adzab yang datang berbungkus nikmat. Orang minta sesuatu diberi, lantas dihancurkan melalui yang diminta itu. Orang minta kuasa diberi kekuasaan, lalu dihancurkan lewat kekuasaannya itu. Demikian juga kekayaan, status, dan semacamnya.

Istijroj bisa terjdi karena njiyat (bahasa Jawa), bukan berdoa tapi memaksa Tuhan, dengan cara tidak halal mencapainya, juga tidak benar penggunaannya. Maka, Tuhan memberi tapi tidak ridho. Karenanya, Allah kemudian mengubah pemberian-Nya menjadi malapetaka.

Di sini kita bisa melihat, sabar sangat fungsional dalam kehidupan. Orang jahat maupun baik, tak satu pun bisa lolos dari cobaan. Orang yang menghindar dari kesulitan akan masuk pada kesulitan baru, sehingga kesulitan harus dihadapi bukan dihindari. Karena cobaan pasti datang maka ulama mengatakan bahwa orang yang bisa sabar adalah orang yang separo sukses dalam kehidupannya, separo lagi ditempati syukur.

Sabar menghadapi goncangan pada dimensi pertama adalah orang yang digoncang tetapi tetap pada konsistensi shirotol mustaqim (jalan lurus). Jadi, konotasi sabar bukan cepat atau lambat tapi ketahanan. Dimensi kedua, sabar terhadap pendekatan kepada Allah yang biasa disebut riyadhoh, yakni proses rekayasa dan olah batin menuju Allah. Istiqomah terhadap taqarrub itulah disebut sabar karena perjalanan menuju Allah tidak mungkin tanpa godaan.

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 14th, 2009 |No Comments »

PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN BAHASA MANDARIN

1. Pendahuluan

Pergeseran dan pemertahanan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode yang bersifat dinamis. Karena kode-kode itu tidak pernah lepas antara yang satu dengan yang lainnya maka bahasa bisa berubah. Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang terjadi akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. Sedangkan pemertahanan bahasa menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya (Chaer:1995).

Adalah suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa. Dalam situasi resmi orang Indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, dalam situasi tidak resmi, percakapan sehari-hari, misalnya, orang Indonesia yang terdiri atas bermacam-macam suku dan berbicara dalam bermacam-macam bahasa tidak selalu memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Mereka kadang-kadang memakai bahasa daerah masing-masing, bahasa daerah tempat asal mereka.

Tidak berbeda dengan bangsa lainnya, penggolongan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kebangsaan etnis (suku), kebanggaan keturunan, dan ciri-ciri khas kebahasaan yang dimiliki masih juga tampak dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia. Salah satu golongan yang dimaksud adalah warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina.

Warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina adalah orang-orang keturunan pendatang atau kelompok pendatang (imigran) dari Cina. Untuk berkomunikasi mereka menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, yaitu meninggalkan bahasa mereka sendiri lalu berganti menggunakan bahasa penduduk setempat. Lambat laun terjadilah pergeseran bahasa mereka. Selain itu, dengan munculnya kebijaksanaan pemerintah, yaitu program asimilasi terhadap seluruh penduduk WNI keturunan Cina dan penduduk Indonesia WNA semakin cepatlah proses pergeseran bahasa itu dan memunculkan sikap pemertahanan bahasa di antara kelompok-kelompok masyarakat itu.

Kajian terhadap pergeseran dan pemertahana bahasa secara umum dimaksudkan untuk mendeskripsikan terjadinya, sebab-sebab terjadinya, dan pilihan bahasa di tengan masyarakat. Berikut ini dibahas sedikit masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa Mandarin pada satu keluarga WNI keturunan Cina di Lumajang.

2. Konsep Dasar

2.1 Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain dalam repertoir linguistik suatu masyarakat. Pergeseran bahasa mengacu pada hasil proses ini (Ibrahim, 2003). Pergeseran bahasa dapat diartikan sebagai pergeseran penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau kelompok penutur akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain atau mobilitas penduduk. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa adalah:

a. Faktor ekonomi, sosial, dan politik

Masyarakat memandang adanya alasan penting untuk mempelajari bahasa kedua dan mereka tidak memandang perlu untuk mempertahankan bahasa etnisnya. Semua itu untuk tujuan meningkatkan ekonomi, status sosial, atau kepentingan politik.

b. Faktor demografi

Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat.

Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang bisa memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik sehingga mengundang penduduk daerah lain untuk mendatanginya. Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat. Adanya pergeseran bahasa dapat mengakibatkan punahnya suatu bahasa karena ditinggalkan oleh para penuturnya. Peristiwa ini terjadi bila pergeseran bahasa terjadi di daerah asal suatu bahasa digunakan.

2.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa kemudian tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pemertahanan bahasa adalah sebagai berikut.

a. Pola-pola penggunaan bahasa.

Ini berarti semakin banyak domain tempat dipakainya bahasa minoritas maka semakin besar kesempatannya untuk mempertahankan bahasa itu. Kemungkinan-kemungkinan itu kebanyakan akan ditentukan oleh faktor-faktor sosial ekonomi.

b. Faktor-faktor demografis.

Jika suatu kelompok itu cukup besar sehingga mampu menyediakan banyak penutur dan mampu mengisolasi dirinya sendiri dari kontak dengan penutur bahasa mayoritas, paling tidak dibeberapa domain maka terdapat kesempatan lebih banyak untuk mempertahankan bahasa. Bila anggota-anggota masyarakat etnis tinggal di lingkungan yang sama, hal ini juga membantu mempertahankan bahasa-bahasa minoritas hidup lebih lama. Frekuensi kontak dengan tanah leluhur juga sangat penting sebagai pemberi kontribusi pemertahanan bahasa.

c. Sikap terhadap bahasa minoritas.

Jika bahasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh kebangaan sebagai pengenal kelompok minoritas dan mengungkapkan budaya yang berbeda, lebih besar kemungkinan bahasa itu bertahan. Begitu pula akan sangat membantu bila bahasa itu memiliki status di masyarakat.

3. Masyarakat WNI Keturunan Cina

Masyarakat WNI Cina ditinjau dari kebudayaannya terutama bahasa dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: kelompok Cina peranakan dan kelompok Cina “totok” (Wolf, dalam Sudja’I, 1978). Perbedaan utama antara orang Cina peranakan dan orang Cina “totok” terletak pada bahasa mereka. Orang Cina peranakan adalah penutur asli bahasa Indonesia karena mereka lahir dan dibesarkan di Indonesia. Mereka telah meninggalkan bahasa Cina sebagai bahasa ibu mereka, namun masih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Sedangkan orang Cina “totok” adalah penutur asli bahasa Cina.

Di negeri leluhur mereka masyarakat Cina dibedakan atas empat kelas, yaitu: (1) kelas cendekiawan, (2) kelas petani, (3) kelas buruh, dan (4) kelas saudagar. Golongan (kelas) cendekiawan tidak berimigrasi ke luar. Jadi, hanya golongan 2, 3, dan 4 saja yang merantau.

Dewasa ini orang Cina peranakan dalam berhubungan dengan teman-teman mereka, baik yang berasal dari tanah leluhurnya maupun yang berasal dari orang-orang pribumi, unsur bahasa Indonesianya lebih besar daripada kalau mereka berhubungan dengan orang-orang Cina “totok”. Sebaliknya, jika mereka berhubungan dengan orang-orang Cina ‘totok”, unsur Mandarinnya lebih banyak daripada unsur bahasa Indonesianya.

Dari uraian di atasa, jelas bahwa dalam masyarakat WNI Cina telah terjadi pergeseran bahasa terutama orang Cina peranakan. Mereka bukan lagi penutur asli bahasa Cina melainkan penutur asli bahasa Indonesia.

4. Pola Bahasa Keluarga Keturunan WNI Cina

Meiliana adalah perempuan peranakan atau keturunan WNI Cina yang tinggal di Lumajang. Ayahnya seorang Cina ”totok” yang berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang. Saat kecil Meiliana diasuh oleh pembantunya orang Jawa bernama Aripah. Keluarga Meiliana dalam bertutur menggunakan bahasa Jawa saat berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Begitu juga saat bertutur dalam keluarga, mereka menggunakan bahasa Jawa dengan sedikit campuran bahasa Cina (Mandarin).

Meiliana menikah dengan pria yang sama-sama keturunan WNI Cina. Saat berkomunikasi dengan suaminya, Meiliana menggunakan bahasa campuran, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Mandarin. Tetapi saat bertutur dengan teman-temannya sesama keturunan WNI Cina, Meiliana banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi bahasa Mandarin.

Pada 2001 di Lumajang berdiri tempat kursus bahasa Mandarin “Maju Bersama”. Pada awalnya tempat kursus itu dibuka untuk kalangan orang-orang keturunan WNI Cina saja, tetapi kemudian dibuka untuk umum. Di tempat inilah Meiliana meningkatkan kemampuannya berbahasa Mandarin Suatu hal yang tidak diperolehnya saat orang tuanya hidup. Selain itu ia pun mengikuti organisasi orang-orang keturunan WNI Cina. Dalam satu kesempatan Meiliana mengikuti tour ke negeri Cina, kesempatan ini dipergunakan untuk menelusuri kota asal leluhurnya.

5. Pembahasan

Pola bahasa Meiliana secara bertahap mengalami pergeseran. Ayah Meiliana adalah Cina “totok”, penutur asli bahasa Mandarin. Ketika berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang, ia berdaptasi dengan lingkungan barunya. Ia pun terpengaruh kebudayaan pribumi. Akibatnya, lambat laun ia meninggalkan bahasa aslinya dan menggunakan bahasa Jawa.

Hal ini terus berlangsung sampai pada anak-anaknya. Pada generasi inilah pergeseran bahasa benar-benar terjadi. Anak-anaknya tidak menguasai bahasa Mandarin. Meiliana hanya mengenal bahasa Mandarin secara terbatas karena orang tuanya tidak lagi menggunakan bahasa itu. Saat ia diasuh oleh orang pribumi, maka semakin sempurnalah ia sebagai penutur asli bahasa Jawa.

Bila diperhatikan pergeseran bahasa yang terjadi karena banyak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Sebagai pendatang, mereka harus secepatnya beradaptasi dengan lingkungan barunya. Cara termudah agar bisa diterima adalah dengan mengusai bahasa setempat, meninggalkan bahasa aslinya, kemudian membaur dengan budaya masyarakat sekitarnya.

Warga negara Indonesia keturunan asing dan warga negara asing di Indonesia meliputi berbagai bangsa, yaitu bangsa Cina, Arab, Pakistan, India, Belanda, dan sebagainya. Di antara bangsa-bangsa itu secara kualitatif yang paling dominan adalah keturunan WNI Cina. Dengan kewarganegaraan ini mereka telah menjadi bagian bangsa Indonesia.

Terhadap anak-anak keturunan asing, pemerintah mengeluarkan program pengintegrasian. Diharapkan dengan program ini warga negara Indonesia keturunan asing dapat mendalami nilai-nilai hidup dan kehidupan bangasa Indonesia serta bersama-sama menghayati falsafah Pancasila sebagai landasan persatuan bangsa.

Salah satu program pengintegrasian itu adalah pengadaan asimilasi, yaitu kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan, anak didik warga negara Indonesia keturunan asing dan anak didik penduduk Indonesia warga negara asing guna mendapatkan pendidikan nasional. Asimilasi itu bertujuan dan bermaksud :

a. menimbulkan dan memupuk kesatuan nilai, sikap hidup, dan perilaku sehingga tercipta persatuan dan kesatuan bangsa, senasib seperjuangan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai tekad bersama mencapai cita-cita bangsa dan negara Indonesia berdasarkan falsafah negara Indonesia;

b. menumbuhkan perasaan sebagai anggota atau bagian masyarakat bangsa Indonesia seutuhnya sehingga tercapai perikehidupan yang serasi dengan terdapat tingkat kemajuan masyarakat yang merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dalam Sutini Paimin: 1985).

Warga negara Indonesia keturunan Cina secara kuantitatif paling dominan sehingga terhadap merekalah perhatian program asimilasi dilakukan.

Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam proses asimilasi adalah faktor penguasaan terhadap bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis bagi warga negara keturunan Cina. Penguasaan bahasa Indonesia akan mempermudah penghayatan terhadap falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dengan demikian, WNI keturunan Cina sebagai bagian warga negara kesatuan Republik Indonesia dituntut mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36,yaitu, “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.

Program pemerintah berupa asimilasi seperti uraian di atas menjadi tekanan kuat bagi WNI keturunan Cina untuk melakukan pergeseran bahasa. Peristiwa itu sempurna terjadi karena generasi muda seperti Meiliana tidak lagi menguasai bahasa Mandarin. Bahkan, mereka pun menjadi penutur asli bahasa Indonesia.

Pergeseran bahasa telah terjadi di tengah-tengah masyarakat keturunan Cina tetapi mereka pun berupaya melindungi bahasa Mandarin. Khusus di Lumajang, para WNI keturunan Cina mengambil satu langkah untuk mempertahankan bahasa Mandarin dengan membuka tempat kursus bahasa Mandarin, “Maju Bersama”. Di tempat kursus inilah Meiliana dan generasi muda keturunan Cina lainnya mendapat bimbingan dan memperdalam penguasaannya terhadap bahasa Mandarin. Suatu hal yang tidak dapat diperoleh secara penuh dari orang tua mereka. Dalam satu kesempatan tempat kursus ini mengadakan perjalanan ke negeri Cina sebagai upaya menelusuri tempat leluhur mereka. Dengan hal itu terlihatlah adanya kontak dengan daerah asal mereka, maka semakin kuatlah usaha mereka dalam mempertahankan bahasa Mandarin.

6. Penutup

Pergeseran pemakaian bahasa dari bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia telah terjadi pada keluarga keturunan WNI Cina di Lumajang. Faktor penyebab pergeseran itu adalah faktor sosial budaya dan program integrasi dari pemerintah, yaitu program asimilasi. Tetapi, selain adanya pergeseran bahasa, keluarga keturunan WNI Cina melakukan usaha mempertahankan bahasa Mandarin dengan cara membuka tempat kursus bahasa Mandarin mengadakan kunjungan ke negeri tempat leluhur mereka, Cina.

Daftar Pustaka

  1. Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
  2. Ibrahim, Abdul Syukur. 2003. Bahan Ajar Pendalaman Sosiolinguistik. Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam Malang.
  3. Sudja’I, M.1978. Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Masyarakat Tionghoa Jawa Timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

1. Pendahuluan

Pergeseran dan pemertahanan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode yang bersifat dinamis. Karena kode-kode itu tidak pernah lepas antara yang satu dengan yang lainnya maka bahasa bisa berubah. Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang terjadi akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. Sedangkan pemertahanan bahasa menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya (Chaer:1995).

Adalah suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa. Dalam situasi resmi orang Indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, dalam situasi tidak resmi, percakapan sehari-hari, misalnya, orang Indonesia yang terdiri atas bermacam-macam suku dan berbicara dalam bermacam-macam bahasa tidak selalu memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Mereka kadang-kadang memakai bahasa daerah masing-masing, bahasa daerah tempat asal mereka.

Tidak berbeda dengan bangsa lainnya, penggolongan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kebangsaan etnis (suku), kebanggaan keturunan, dan ciri-ciri khas kebahasaan yang dimiliki masih juga tampak dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia. Salah satu golongan yang dimaksud adalah warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina.

Warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina adalah orang-orang keturunan pendatang atau kelompok pendatang (imigran) dari Cina. Untuk berkomunikasi mereka menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, yaitu meninggalkan bahasa mereka sendiri lalu berganti menggunakan bahasa penduduk setempat. Lambat laun terjadilah pergeseran bahasa mereka. Selain itu, dengan munculnya kebijaksanaan pemerintah, yaitu program asimilasi terhadap seluruh penduduk WNI keturunan Cina dan penduduk Indonesia WNA semakin cepatlah proses pergeseran bahasa itu dan memunculkan sikap pemertahanan bahasa di antara kelompok-kelompok masyarakat itu.

Kajian terhadap pergeseran dan pemertahana bahasa secara umum dimaksudkan untuk mendeskripsikan terjadinya, sebab-sebab terjadinya, dan pilihan bahasa di tengan masyarakat. Berikut ini dibahas sedikit masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa Mandarin pada satu keluarga WNI keturunan Cina di Lumajang.

2. Konsep Dasar

2.1 Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain dalam repertoir linguistik suatu masyarakat. Pergeseran bahasa mengacu pada hasil proses ini (Ibrahim, 2003). Pergeseran bahasa dapat diartikan sebagai pergeseran penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau kelompok penutur akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain atau mobilitas penduduk. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa adalah:

a. Faktor ekonomi, sosial, dan politik

Masyarakat memandang adanya alasan penting untuk mempelajari bahasa kedua dan mereka tidak memandang perlu untuk mempertahankan bahasa etnisnya. Semua itu untuk tujuan meningkatkan ekonomi, status sosial, atau kepentingan politik.

b. Faktor demografi

Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat.

Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang bisa memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik sehingga mengundang penduduk daerah lain untuk mendatanginya. Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat. Adanya pergeseran bahasa dapat mengakibatkan punahnya suatu bahasa karena ditinggalkan oleh para penuturnya. Peristiwa ini terjadi bila pergeseran bahasa terjadi di daerah asal suatu bahasa digunakan.

2.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa kemudian tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pemertahanan bahasa adalah sebagai berikut.

a. Pola-pola penggunaan bahasa.

Ini berarti semakin banyak domain tempat dipakainya bahasa minoritas maka semakin besar kesempatannya untuk mempertahankan bahasa itu. Kemungkinan-kemungkinan itu kebanyakan akan ditentukan oleh faktor-faktor sosial ekonomi.

b. Faktor-faktor demografis.

Jika suatu kelompok itu cukup besar sehingga mampu menyediakan banyak penutur dan mampu mengisolasi dirinya sendiri dari kontak dengan penutur bahasa mayoritas, paling tidak dibeberapa domain maka terdapat kesempatan lebih banyak untuk mempertahankan bahasa. Bila anggota-anggota masyarakat etnis tinggal di lingkungan yang sama, hal ini juga membantu mempertahankan bahasa-bahasa minoritas hidup lebih lama. Frekuensi kontak dengan tanah leluhur juga sangat penting sebagai pemberi kontribusi pemertahanan bahasa.

c. Sikap terhadap bahasa minoritas.

Jika bahasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh kebangaan sebagai pengenal kelompok minoritas dan mengungkapkan budaya yang berbeda, lebih besar kemungkinan bahasa itu bertahan. Begitu pula akan sangat membantu bila bahasa itu memiliki status di masyarakat.

3. Masyarakat WNI Keturunan Cina

Masyarakat WNI Cina ditinjau dari kebudayaannya terutama bahasa dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: kelompok Cina peranakan dan kelompok Cina “totok” (Wolf, dalam Sudja’I, 1978). Perbedaan utama antara orang Cina peranakan dan orang Cina “totok” terletak pada bahasa mereka. Orang Cina peranakan adalah penutur asli bahasa Indonesia karena mereka lahir dan dibesarkan di Indonesia. Mereka telah meninggalkan bahasa Cina sebagai bahasa ibu mereka, namun masih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Sedangkan orang Cina “totok” adalah penutur asli bahasa Cina.

Di negeri leluhur mereka masyarakat Cina dibedakan atas empat kelas, yaitu: (1) kelas cendekiawan, (2) kelas petani, (3) kelas buruh, dan (4) kelas saudagar. Golongan (kelas) cendekiawan tidak berimigrasi ke luar. Jadi, hanya golongan 2, 3, dan 4 saja yang merantau.

Dewasa ini orang Cina peranakan dalam berhubungan dengan teman-teman mereka, baik yang berasal dari tanah leluhurnya maupun yang berasal dari orang-orang pribumi, unsur bahasa Indonesianya lebih besar daripada kalau mereka berhubungan dengan orang-orang Cina “totok”. Sebaliknya, jika mereka berhubungan dengan orang-orang Cina ‘totok”, unsur Mandarinnya lebih banyak daripada unsur bahasa Indonesianya.

Dari uraian di atasa, jelas bahwa dalam masyarakat WNI Cina telah terjadi pergeseran bahasa terutama orang Cina peranakan. Mereka bukan lagi penutur asli bahasa Cina melainkan penutur asli bahasa Indonesia.

4. Pola Bahasa Keluarga Keturunan WNI Cina

Meiliana adalah perempuan peranakan atau keturunan WNI Cina yang tinggal di Lumajang. Ayahnya seorang Cina ”totok” yang berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang. Saat kecil Meiliana diasuh oleh pembantunya orang Jawa bernama Aripah. Keluarga Meiliana dalam bertutur menggunakan bahasa Jawa saat berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Begitu juga saat bertutur dalam keluarga, mereka menggunakan bahasa Jawa dengan sedikit campuran bahasa Cina (Mandarin).

Meiliana menikah dengan pria yang sama-sama keturunan WNI Cina. Saat berkomunikasi dengan suaminya, Meiliana menggunakan bahasa campuran, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Mandarin. Tetapi saat bertutur dengan teman-temannya sesama keturunan WNI Cina, Meiliana banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi bahasa Mandarin.

Pada 2001 di Lumajang berdiri tempat kursus bahasa Mandarin “Maju Bersama”. Pada awalnya tempat kursus itu dibuka untuk kalangan orang-orang keturunan WNI Cina saja, tetapi kemudian dibuka untuk umum. Di tempat inilah Meiliana meningkatkan kemampuannya berbahasa Mandarin Suatu hal yang tidak diperolehnya saat orang tuanya hidup. Selain itu ia pun mengikuti organisasi orang-orang keturunan WNI Cina. Dalam satu kesempatan Meiliana mengikuti tour ke negeri Cina, kesempatan ini dipergunakan untuk menelusuri kota asal leluhurnya.

5. Pembahasan

Pola bahasa Meiliana secara bertahap mengalami pergeseran. Ayah Meiliana adalah Cina “totok”, penutur asli bahasa Mandarin. Ketika berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang, ia berdaptasi dengan lingkungan barunya. Ia pun terpengaruh kebudayaan pribumi. Akibatnya, lambat laun ia meninggalkan bahasa aslinya dan menggunakan bahasa Jawa.

Hal ini terus berlangsung sampai pada anak-anaknya. Pada generasi inilah pergeseran bahasa benar-benar terjadi. Anak-anaknya tidak menguasai bahasa Mandarin. Meiliana hanya mengenal bahasa Mandarin secara terbatas karena orang tuanya tidak lagi menggunakan bahasa itu. Saat ia diasuh oleh orang pribumi, maka semakin sempurnalah ia sebagai penutur asli bahasa Jawa.

Bila diperhatikan pergeseran bahasa yang terjadi karena banyak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Sebagai pendatang, mereka harus secepatnya beradaptasi dengan lingkungan barunya. Cara termudah agar bisa diterima adalah dengan mengusai bahasa setempat, meninggalkan bahasa aslinya, kemudian membaur dengan budaya masyarakat sekitarnya.

Warga negara Indonesia keturunan asing dan warga negara asing di Indonesia meliputi berbagai bangsa, yaitu bangsa Cina, Arab, Pakistan, India, Belanda, dan sebagainya. Di antara bangsa-bangsa itu secara kualitatif yang paling dominan adalah keturunan WNI Cina. Dengan kewarganegaraan ini mereka telah menjadi bagian bangsa Indonesia.

Terhadap anak-anak keturunan asing, pemerintah mengeluarkan program pengintegrasian. Diharapkan dengan program ini warga negara Indonesia keturunan asing dapat mendalami nilai-nilai hidup dan kehidupan bangasa Indonesia serta bersama-sama menghayati falsafah Pancasila sebagai landasan persatuan bangsa.

Salah satu program pengintegrasian itu adalah pengadaan asimilasi, yaitu kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan, anak didik warga negara Indonesia keturunan asing dan anak didik penduduk Indonesia warga negara asing guna mendapatkan pendidikan nasional. Asimilasi itu bertujuan dan bermaksud :

a. menimbulkan dan memupuk kesatuan nilai, sikap hidup, dan perilaku sehingga tercipta persatuan dan kesatuan bangsa, senasib seperjuangan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai tekad bersama mencapai cita-cita bangsa dan negara Indonesia berdasarkan falsafah negara Indonesia;

b. menumbuhkan perasaan sebagai anggota atau bagian masyarakat bangsa Indonesia seutuhnya sehingga tercapai perikehidupan yang serasi dengan terdapat tingkat kemajuan masyarakat yang merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dalam Sutini Paimin: 1985).

Warga negara Indonesia keturunan Cina secara kuantitatif paling dominan sehingga terhadap merekalah perhatian program asimilasi dilakukan.

Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam proses asimilasi adalah faktor penguasaan terhadap bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis bagi warga negara keturunan Cina. Penguasaan bahasa Indonesia akan mempermudah penghayatan terhadap falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dengan demikian, WNI keturunan Cina sebagai bagian warga negara kesatuan Republik Indonesia dituntut mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36,yaitu, “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.

Program pemerintah berupa asimilasi seperti uraian di atas menjadi tekanan kuat bagi WNI keturunan Cina untuk melakukan pergeseran bahasa. Peristiwa itu sempurna terjadi karena generasi muda seperti Meiliana tidak lagi menguasai bahasa Mandarin. Bahkan, mereka pun menjadi penutur asli bahasa Indonesia.

Pergeseran bahasa telah terjadi di tengah-tengah masyarakat keturunan Cina tetapi mereka pun berupaya melindungi bahasa Mandarin. Khusus di Lumajang, para WNI keturunan Cina mengambil satu langkah untuk mempertahankan bahasa Mandarin dengan membuka tempat kursus bahasa Mandarin, “Maju Bersama”. Di tempat kursus inilah Meiliana dan generasi muda keturunan Cina lainnya mendapat bimbingan dan memperdalam penguasaannya terhadap bahasa Mandarin. Suatu hal yang tidak dapat diperoleh secara penuh dari orang tua mereka. Dalam satu kesempatan tempat kursus ini mengadakan perjalanan ke negeri Cina sebagai upaya menelusuri tempat leluhur mereka. Dengan hal itu terlihatlah adanya kontak dengan daerah asal mereka, maka semakin kuatlah usaha mereka dalam mempertahankan bahasa Mandarin.

6. Penutup

Pergeseran pemakaian bahasa dari bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia telah terjadi pada keluarga keturunan WNI Cina di Lumajang. Faktor penyebab pergeseran itu adalah faktor sosial budaya dan program integrasi dari pemerintah, yaitu program asimilasi. Tetapi, selain adanya pergeseran bahasa, keluarga keturunan WNI Cina melakukan usaha mempertahankan bahasa Mandarin dengan cara membuka tempat kursus bahasa Mandarin mengadakan kunjungan ke negeri tempat leluhur mereka, Cina.

Daftar Pustaka

  1. Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
  2. Ibrahim, Abdul Syukur. 2003. Bahan Ajar Pendalaman Sosiolinguistik. Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam Malang.
  3. Sudja’I, M.1978. Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Masyarakat Tionghoa Jawa Timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

3 komentar:

  1. Hai, salam kenal dari saya Elfi Mariatul Mahmuda.Terima kasih Anda sudah mengunjungi blog saya 'RUMAH BAHASA DAN SASTRA'. Semua tulisan di atas adalah karya saya di 'RUMAH BAHASA DAN SASTRA'. Tolong dicantumkan pemilik asli tulisan sbg etika seorang blogger.

    BalasHapus
  2. Pengakuan Hak cipta terhadap kekayaan intelektual seseorang adalah dilindungi oleh Undang - undang bro! thank's

    BalasHapus
  3. ojo nyolong hasil karya orang lain bro!

    BalasHapus