Minggu, 05 September 2010

puisi

hari ini ku ungkap kata penyair..
satu rasa sejuta kata...
hati pun gundah...
ingin mengaduh marah pada siapa...
aku yang terhianati waktuku...
dan kurelakanmu pergi...
pergilah raihlah dia...
jangan biarkan lilin itu lepuh...
lepuh karena dimakan waktu yang kejam...
taukah kau rintihanku...
taukah kau tangisku...
di kegelapan ini aku hanya memendam rasaku...
aku pun semakin terjerat...
hilang dari hidupmu...
kan kucari rasa itu kembali...
hingga satu kata sejuta rasa itu bersanding dalam cinta...
dimana kau...
apakah kau di sinari lilinmu...
mengadulah padaku...
betapa dinginnya air sungai..
dinginnya..! dinginnya..!
betapa dinginnya daging duka..
yang membaluti hatiku yang sakit...
kemana kau...
apakah aku mampu jalani 2 hati ini...
apakah kau mampu mejaga lilinmu hingga tak melepuh...

Rabu, 10 Februari 2010

demokrasi dalam kehidupan sehari-hari


TUGAS MAKALAH KEWARGANEGARAAN
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Oleh : Irwan abdullah

TUJUAN UMUM DAN NILAI-NILAI DEMOKRASI

DI SUSUN
OLEH
JUSRIYADI
105 33 42 65 07

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN

BAB I
Pembahasan………………………………………………………….…………………….1
Tujuan umum dan nilai-nilai demokrasi……………………….………………………1
Demokrasi sebagai proses sejarah dan sosial…………………..............................3
KID dan prinsip-prinsip demokrasi………………………………………....................5
KID dan prakarsa bersama untuk membangun demokrasi……...….……………..6

BABII
Teori budaya demokrasi
A. Teori dan budaya demokrasi…………………………………………………..……8
B. Landasan-landasan demorasi……………………………………………...……….8
C. Demokrasi pancasila sebagai Way Of Life……………………………..…………9
D. Sejarah dan perkembangan demokrasi……………………………..……...........10
Penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari…………………….11

BAB III
Kesimpulan……………………………………………………………………………….13
Daftar pustaka………………………………………………………...………………….14
















PENDAHULUAN

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih). Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaanya, banyak sekali penyimpangan terhadap nilai-nilai demokrasi baik itu dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun masyarakat.
Permasalahn yang muncul diantaranya yaitu:
- Belum tegaknya supermasi hukum.
- Kurangnya partisipasi dalam kehidupan bermasnyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
- Tidak adanya kehidupan berpartisipasi dalam kehidupan bersama (musyawarah untuk mencapai mufakat).
Untuk mengeliminasi masalah-masalah yang ada, maka makalah ini akan memaparkan pentingnya budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, penulis menyusun makalah ini dengan judul “ tujuan umum dan nilai-nilai demokrasi”

Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Memaparkan masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan penyimpangan dari nilai-nilai demokrasi dalam kehidupa sehari-hari.
2. Memaparkan sejumlah sumber hukum yang menjadi landasan demokrasi
3. Memaparkan contoh nyata penerapan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Batasan Masalah
Karena banyaknya permasalahan-permasalahan yang timbul, maka makalah ini hanya akan membahas tentang pentingnya budanya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari baik itu dalam keluarga maupun masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sistematika Penulisan
Agar makalah ini dapat dipahami pembaca, maka penulis membuat sistematika penulisan makalah sebagai berikut :


Makassar 25 Desember 2009


penulis






BAB I
PEMBAHASAN
Tujuan umum dan Nilai-nilai demokrasi
Nilai-nilai demokrasi
Terbukanya gerbang era reformasi pada akhir 90-an, mengobarkan semangat demokrasi yang semakin kuat di Indonesia. Nilai-nilai demokrasi yang dulu sempat lama terbendung di era orde baru kini menjadi agenda utama pemerintahan reformasi. Oleh karena itu dibutuhkan program-program guna mensosialisasikan dan mentransformasikan nilai-nilai tersebut. Sekian lama agenda sosialisasi-transformasi niai-niali demokrasi dilaksanakan oleh pemerintah ternyata belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, Selama ini agenda pemerintah yang masuk dalam kategori paliing sukses baru menyentuh pada aspek politik. Terealisasinya Pemilu langsung oleh rakyat dari tingkat presiden sampai tingkat kecamatan biasa menjadi bukti nyata suksesnya agenda tersebut. Akan tetapi dilain sisi masih banyak terjadi peristiwa atau fenomena yang menyimpang bahkan sama sekali tidak demokratis. Masih banyak sekali terjadi demonstrasi yang berujung kerusuhan atau kebebasan pers yang berujung pada pertikaian dan saling membuka aib. Banyak pihak yang berpendapat bahwa persitiwa dan fenomena tersebut adalah akibat dari kurangnya serta minimnya pengetahuan masyarakat terhadap urgensi nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya. Diantara urgensi nilai-nilai demokrasi tersebut adalah (1) kebebasan untuk berpendapat, (2) kebebasan utnutk membuat kelompok, (3) kebebasan untuk berpartisipasi, (4) kesetaraan antar warga, (5) saling percaya, (6) kerjasama. Akan tetapi mengingat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki rasio heteregonitas yang tinggi segala bentuk kebebasan tersebut haruslah dibarengi dengan batasan-batasan untuk saling menghormati. Hal yang paling urgensi seperti inilah yang seharusnya menjadi agenda utama pemerintah saat ini guna meminimalisir kesalahfahaman dalam memahami nilai-nilai demokrasi yang seringkali mengakibatkan hal-hal destruktif terhadap masyarakat.


Lembaga dan Masyrakat sebagai penggerak demokrasi
Demokrasi yang diharapkan bisa dirasakan oleh keseluruhan masyarakat Indonesia saat ini belum bisa terwujud. Selama ini persepsi yang muncul demokrasi lebih diidentikkan kepada hal-hal bersifat politis. Sehingga yang terjadi isu-isu demokratis tersebut lebih berkembang pesat di kalangan partai politik. Dalam berdemokrasi belum bisa memyentuh kepada lembaga atau masyarakat yang notabene berskala kecil. Saat ini lembaga dan masyarakat belum bisa menerapkan pendekatan demokrasi dalam berorganisasi atau bermasyarakat.
1
Mereka masih memakai atau lebih suka menerapkan pendekatan adat daan budaya masing-masing, karena dianggap sudah menjadi kebiasaan dan lebih familiar. Akan tetapi mereka tidak sadar bahwa pendekatan-pendekatan adat dan budaya masing-asing tersebut tidak bisa dipakai jika dihadapkan dengan adat dan budaya yang lain. Seringkali timbul tindakan-tindakan destruktif yang dilatarbelakangi oleh adat dan budaya. Misal jika timbul permasalahan public di Yogyakarta, maka akan sangat tidak mungkin bila dalam menyelesaikannnya menggunakan pendekatan adat atau budaya Batak, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu dengan mengingat Indonesia memiliki rasio heterogenitas masyarakat yang sangat tinggi, maka demokrasi yang yang menjadi asas negara saat ini diharapkan bisa memancarkan nilai-nilai demokratisnya agar lebih universal dan dapat menjadi solusi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi akibat perbedaan-perbedaan yang ada tersebut.

Trasnformasi nilai-nilai demokrasi melalui pendidikan
Diantara langkah-langkah dalam mentransformasikan nilai-nilai demokrasi yang dianggap paling efektif adalah melalui jalur pendidikan. Karena hampir semua generasi saat ini pernah menyentuh jalur tersebut, jadi apabila bisa dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah, maka akan menghasilkan hasil yang signifikan dan luas. Karena menurut Muchtar Bukhori (2002) salah satu acuan ideologis pendidikan selain mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan peradaban atau Mendukung diseminasi nilai keunggulan adalah mengembangkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan keagamaan. Sementara menurut John Dewey (seorang filosof pendidikan) menyatakan bahwa hubungan erat antara pendidikan dan demokrasi. Pendidikan demokrasi sebagai upaya sadar untuk membentuk kemampuan warga negara dalam berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika masyarakat semakin baik dalam memahami nilai-nilai dmeokrasi, maka akan semakin memberikan partisipasi positif terhadap negara dari segala aspek. Sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam agenda transformasi nilai-nilai demokrasi melalui pendidikan, selain melalui pendidikan formal di sekolah,pemerintah juga mencanangkan program non-formal dengan melakukan pelatihan-pelatihan serta diskusi-diskusi tentang yang telah diprogramoleh Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID). Salah satu agenda utama KID adalah agenda "Simpul Demokrasi". Gagasan KID untuk membentuk semacam Simpul Demokrasi didasarkan pada pertimbangan bahwa demokrasi dapat didorong maju dengan menggunakan ber-bagai cara yang semakin memung-kinkan berjalannya proses-proses yang membuka partisipasi rakyat secara lebih luas. Secara umum tujuan dari pen-didikan Simpul Demokrasi adalah menumbuhkan kultur demokrasi di kalangan muda strategis melalui sebuah mekanisme pendidikan politik yang berbasis kepada kepentingan rakyat.
2

Karena pendidikan adalah jalan utama untuk memperkuat kesadaran tentang bagaimana implementasi demokrasi kerakyatan itu dibangun.

Demokrasi sebagai Proses Sejarah dan Sosial

Sejak tiga dekade terakhir dunia menyaksikan kemajuan yang luar biasa dalam perkembangan demokrasi. Sejak 1972 jumlah negara yang mengadopsi sistem politik demokrasi telah meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 44 menjadi 107. Pada akhir 90-an, hampir seluruh negara di dunia ini mengadopsi pemerintahan demokratis, masing-masing dengan variasi sistem politik tertentu. Kecenderungan ini menguat terutama setelah jatuhnya pemerintahan komunis di akhir tahun 80-an dan karenanya telah menjadikan demokrasi sebagai "satu-satunya alternatif yang sah terhadap berbagai bentuk regim otoritarian". Secara sosiologis mungkin ini merupakan salah satu perubahan terpenting yang menandai tahun-tahun akhir milineum kedua; sebuah perkembangan yang oleh Huntington dikonseptualisaikan sebagai "gelombang ketiga demokratisasi"
Secara konseptual, pembangunan demokrasi di sebuah negara tidak lagi dilihat sebagai hasil-hasil dari tingkat modernisasi yang lebih tinggi sebagaimana ditunjukkan melalui indikator-indikator kemakmuran, struktur kelas borjuasi, dan independensi ekonomi dari aktor-aktor eksternal. Melainkan, lebih dilihat sebagai hasil dari interaksi-interaksi dan pengaturan-pengaturan strategis di antara para elite, pilihan-pilihan sadar atas berbagai bentuk konstitusi demokratis, dan sistem-sistem pemilihan umum dan kepartaian. Pemikiran ini didasarkan pada argumentasi sentral bahwa pengalaman Barat tentang demokrasi tidak akan dapat diulang dengan arah yang sama di negara-negara sedang berkembang.
Sebagai sebuah konsep teoritis maupun politis, demokrasi jelas sekali terikat oleh faktor-faktor kesejarahan yang terjadi di Eropa sepanjang abad 17 hingga 19. Prosesnya sendiri telah dimulai pada abad pertengahan ketika dunia, khususnya Eropa, dilanda reformasi, dan kemudian revolusi, sosial.
Reformasi intelektual yang mengubah Eropa, dan kemudian dunia, merupakan proses sosial dan sejarah yang amat panjang, bahkan prinsip-prinsip dasarnya mungkin telah diawali dengan diperkenalkannya institusi modern yang disebut dengan universitas. Dalam buku klasiknya yang terkenal itu, The Triumph of Science and Reason, Nussbaum dengan jelas memberikan ilustrasi sejarah tentang bagaimana masyarakat modern Eropa digerakkan oleh berbagai kekuatan yang saling berkaitan. Dalam hal demikian itu, Nussbaum menyebut faktor-faktor seperti surutnya monopoli institusi gereja, kemudian negara, dalam mengkontrol 'kebenaran' (yang memberi arti penting bagi diletakkannya tradisi berpikir bebas yang menghasilkan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad-abad selanjutnya), dan mulai surutnya masyarakat Feodal di akhir abad ketujuhbelas, sebagai sejarah yang sangat penting dalam menentukan perkembangan sosial, seperti, parlementarisme dan pengakuan terhadap civil liberty.
3
Sampai dengan tahun 60-an dan 70-an, peneliteian-peneliteian tentang demokrasi, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil kerja dari Lipset (1959), Almond dan Verba (1963), Dahl (1971), O'Donnell (1979), banyak didominasi oleh upaya untuk menemukan kondisi-kondisi dan persyaratan-persyaratan lainnya yang diperlukan guna munculnya sebuah demokrasi yang stabil. Dalam perkembangannya sampai dengan dekade lalu, studi tentang demokrasi diwarnai terutama oleh upaya untuk memahami dinamika dari transisi demokratis dan konsolidasi. Hanya dalam beberapa tahun belakangan ini terjadi pergeseran arah studi mengenai demokrasi. Peneliteian belakangan ini memfokuskan perhatiannya pada peran para pemimpin politik dan elite strategis lainnya dalam proses demokrasi.

Dalam ikhwal ini banyak para ahli ilmu sosial dewasa ini cenderung untuk berpikir bahwa transisi menuju demokrasi, khususnya di negara-negara sedang berkembang, jarang sekali merupakan hasil dari faktor-faktor yang digerakkan oleh tindakan-tindakan politik massa. Dengan kata lain, kesuksesan dalam proses perubahan dan konsolidasi menuju demokrasi lebih banyak ditentukan oleh para elite politik , di samping perkembangan politik yang berlangsung di tingkat global dan internasional. Beberapa bahkan berargumentasi bahwa sesungguhnya demokrasi semestinya diperlakukan sebagai suatu hasil yang dapat direkayasa secara sosial sepanjang terdapat craftsmanship di kalangan para elite politik. . Cara pandang semacam ini jelas menolak argumentasi yang menganggap bahwa demokrasi tak dapat ditranplantasikan di tanah asing, di luar konteks sosial dan budaya di mana demokrasi itu pada awalnya dikembangkan.

Mengikuti argumentasi ini, tulisan ini mengambil posisi teoritis yang mengasumsikan bahwa pada dasarnya perubahan menuju demokrasi di Indonesia akan menjadi lebih feasible apabila para elite politik Indonesia sebagai agen perubahan sosial memiliki peralatan-peralatan teoritis dan ideologis yang memadai untuk memahami dan terlibat dalam proses-proses transisi demokrasi. Ini berarti, faktor-faktor yang berhubungan dengan budaya dan struktur politik tidak dilihat sebagai struktur operasional yang konstan dan stabil, melainkan dilihat sebagai arena diskursus yang dinamis yang melibatkan proses-proses konstruksi dan dekonstruksi dari para individu sebagai agen, khususnya para elitenya , daripada semata-mata sebagai representasi dari struktur. .

Bukti-bukti empiris terhadap kecenderungan semacam ini sebenarnya dapat dilihat dari makin meluasnya gerakan-gerakan oposisi di Indonesia yang mulai marak pada awal tahun 90-an yang pada dasarnya digerakkan oleh elite dari berbagai golongan, misalnya intelektual, mahasiswa, buruh, dan LSM, daripada oleh kekuatan-kekuatan yang secara langsung tumbuh dari massa. Ini tidak berarti bahwa tidak terdapat masalah yang serius dalam ihwal itu. Perbedaan yang besar di antara diskursus resmi dan diskursus alternatif tentang bagaimana demokrasi itu dikonstruksikan merupakan satu persoalan besar yang menghadang masa depan demokrasi di Indonesia. Kesenjangan semacam itu juga terdapat di kalangan elite dan massa, di antara aktor politik yang berada di parlemen dan di luar parlemen, bahkan di antara generasi yang lebih tua dan muda.

4


KID dan Prinsip-prinsip Demokrasi

Berdasarkan pemikiran-pemikiran itu, Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) menganggap perlu untuk mendorong proses demokratisasi secara lebih konseptual dan sistematis melalui prakarsa bersama yang melibatkan individu-individu dari berbagai kalangan intelektual, profesi, praktisi, dan aktor-aktor politik strategis yang berada di lingkungan partai politik, dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Tujuan utama dari prakarsa bersama yang bernama KID ini adalah dikembangkannya pengetahuan, kesadaran, nilai-nilai dan etika serta praktik demokrasi yang menghasilkan tradisi demokrasi yang lebih sejati. Kriteria kesejatian demokrasi di sini terutama terkait pada lima prinsip berikut ini.

Pertama, demokrasi adalah mekanisme yang memastikan bahwa kekuasaan yang dipakai untuk mengatur kehidupan bersama selalu harus datang dari persetujuan dari mereka yang akan terkena akibat dari kekuasaan itu. Dengan kata lain, demokrasi adalah seluruh aturan, prosedur, dan protokol yang memastikan bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan yang sebenarnya dan pada saat yang sama meneguhkan satu doktrin umum bahwa mandat kekuasaan yang diemban oleh para wakil rakyat, presiden dan pejabat publik lainnya adalah bersumber dari rakyat dan tidak dari sumber lainnya selain rakyat.

Kedua, demokrasi bukan hanya mekanisme melainkan juga adalah sebuah integrasi dari nilai-nilai, norma-norma, dan etika yang memberi landasan pokok tentang bagaimana seluruh kompleksitas tentang kebebasan, perbedaan, dan kekhususan itu hendak dikelola dalam sebuah kehidupan bersama yang di satu pihak dapat menjamin stabilitas politik yang didasarkan pada prinsip perubahan dan keberkelanjutan (change and contuinity) dan di pihak lain dapat mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh warga negara tanpa kecuali. Ini berarti bahwa demokrasi semestinya diperlakukan sebagai sebuah ruang publik yang memberi tempat kepada sebuah pengakuan yang hakiki terhadap perbedaan (pluralisme) dan sekaligus penghormatan (toleransi) kepadanya.

Ketiga, aturan dasar tentang majority rule yang mengatur pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak tidak dapat mengabaikan sedikitpun prinsip yang mengakui kesetaraan (equality) , keadilan (justice) , kemanusiaan (humanism) dan prinsip-prinsip lainnya yang melekat dalam hak-hak asasi manusia. Dengan demikian, demokrasi sejati yang hendak dikembangkan oleh KID adalah demokrasi yang dapat mencegah semua bentuk maksud penindasan atas manusia dan kemanusiaan untuk dan atas nama demokrasi. Demokrasi dalam pengertian ini terikat pada ajaran yang diletakkan kepada kepercayaan umum bahwa demokrasi memberikan dasar yang kokoh bagi usaha manusia untuk menjadi individu yang bermartabat.

Keempat, demokrasi memberi pijakan yang kuat pada individu, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama kelompoknya, untuk memperjuangkan kepentingan dan kepercayaan politik, ekonomi, sosial, dan budaya atas dasar pada keputusannya sebagai individu atau anggota sebuah kelompok yang mencerminkan
5
kemampuannya sebagai manusia yang bebas untuk membuat dan menentukan pilihan-pilihannya sendiri secara bertanggung jawab, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain (social-self determination). Ini berarti bahwa, esensi demokrasi yang diperjuangkan oleh KID tidak hanya berdasarkan pada pengakuan bahwa individu memiliki kebebasan untuk membuat dan menentukan pilihan tetapi juga melekat di dalamnya sebuah tanggung jawab sosial untuk memperhatikan implikasi keputusan itu pada nasib individu lainnya.

Kelima, dalam sebuah masyarakat yang secara etnik dan kultural yang sangat majemuk seperti Indonesia, KID mengembangkan satu kepercayaan umum bahwa demokrasi akan memiliki kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang apabila nilai-nilai demokrasi yang bersifat universal itu dapat berdampingan dalam hubungan yang bersifat saling memperkuat eksistensinya dengan nilai-nilai partikular dan lokal. Diktum yang dianut oleh KID dalam hubungannya dengan ini adalah, hendaknya nilai-nilai partikular dan lokal yang berkembang dalam masyarakat majemuk Indonesia ini dapat digali untuk dikembangkan dan disandingkan dengan dan untuk memperkuat nilai-nilai universal demokrasi. Adalah sangat jelas di sini bahwa tujuan akhir dan utama dari proses ini adalah tidak untuk mengurangi esensi universalitas dari demokrasi, melainkan untuk membuat demokrasi menjadi sebuah kesatuan nilai, norma, etika, dan tradisi yang memiliki integrasi yang kokoh dan relevansi sosial dengan nilai-nilai yang bersifat partikular dan dan lokal yang terdapat dalam masyarakat majemuk Indonesia.



KID dan Prakarsa Bersama untuk Membangun Demokrasi:
Sebuah Respon Generik dan Generatif

KID adalah sebuah prakarsa bersama yang bersifat inklusif dan keanggotaanya bersifat terbuka yang layaknya dianut dalam organisasi yang berbentuk perkumpulan. Sebagai sebuah prakarsa bersama, KID dimaksudkan sebagai sebuah perkumpulan yang memfasilitasi usaha membangun demokrasi yang memiliki konteks dan relevansi sosial dengan tantangan dan kebutuhan Indonesia, Penegasan kepada konteks dan relevansi sosial dimaksudkan untuk membuat prakarsa bersama ini menjadi sebuah perkumpulan yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perluasan gerakan sosial dalam masyarakat untuk mengembangkan demokrasi sebagai nilai, etika, dan norma yang dipraktikkan sebagai tradisi dalam kehidupan kolektif pada tingkat masyarakat sipil (civil society) dan negara (state).

Selain itu, penegasan pada prinsip prinsip bersama dimaksudkan untuk meneguhkan bahwa KID adalah sebuah perkumpulan yang didirikan untuk kepentingan bersama dan diorientasikan semata-mata kepada tujuan bersama yang tidak lain adalah mendorong demokratisasi sebagai sebuah proses sosial yang kreatif dan membuka diri terhadap berbagai penemuan akan gagasan-gagasan baru. Karena itu, KID sejak awal dinyatakan sebagai sebuah respon yang bersifat generik dan generatif.


6
Sebagai sebuah gagasan awal, KID diniatkan menjadi sebuah lembaga sosial yang memiliki komitmen untuk membangun demokrasi melalui kegiatan-kegiatan pelayanan yang mengambil bentuk forum, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengkajian, fasilitasi, mediasi dan advokasi, serta jejaring sosial yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Penentuan wilayah pelayanan KID didasarkan pada ketersebaran, kebutuhan, dan ketersedian akses untuk menjalankan program-program. Karena itu, KID membuka diri terhadap kerjasama dengan berbagai lembaga swadaya masayarakat (LSM) dan individu dari berbagai organisasi masyarakat sipil lainnya. Dengan pendekatan kemitraan ini, sinergitas yang mencerminkan prakarsa bersama untuk membangun demokrasi di Indonesia dapat diharapkan menjadi sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan usaha serupa sebelumnya yang secara keseluruhan dapat menghasilkan integrasi pencapaian tujuan yang lebih efektif.
















7
BAB II
TEORI BUDAYA DEMOKRASI

A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Menurut Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
Menurut Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people).
Menurut C.F Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.

B. Landasan-landasan Demokrasi
1. Pembukaan UUD 1945
Alinea pertama :
Kemerdekaan ialah hak segalah Bangsa
Alenia kedua
Mengantarkan rakyat Indonesia kepintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Alenia ke tiga
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan dan kebangsaaan yang bebas.
Alenia keempat
Melindungi Segenap Bangsa.
2. Batang Tubuh UUD 1945
Pasal 1 ayat 2
Kedaulatan adalah ditangan Rakyat
Pasal 2
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 6
Pemilihan Peresiden dan Wakil Presiden


8
Pasal 24 dan 25
Peradilan yang merdeka
Pasal 27 ayat 1
Persamaan kedudukan di dalam hukum




C. Demokrasi Pancasila sebagai Way of Life
Di samping sebagai suatu sistem pemerintahan, demokrasi juga merupakan Way of life atau tara hidup dalam bidang pemerintah. Cara hidup itu ialah suatu cara yang dianggap paling sesuai dalam rangka terselenggaranya pemerintahan dengan ter¬atur. dalam hal ini dikembangkan suatu cara yang semua orang akan mrnyertainya kemana cara itu menjamin adanya ketertiban dalam hidup bernegara. Tcrtib tetapi penuh dengan kedinamisan karena dinamika merupakan suatu ciri dari suatu masyarakat yang hidup dan demokratis.
Demokrasi sebagai suatu cara hidup yang bayak antara lain meliputi hal-hal scbagai bcrikut.
Pertama, Segala pendapat atau perbedaan pendapat mengenai msalah kenegaraan dan lain-lain yang menyangkut kehidupan bangsa dan masyarakat diselesaikan lewat lembaga-lembaga nega¬ra. Hal ini disebut bahwa penyelesaian itu melembaga artinya lembaga-lembaga yang erat hubungannya dengan penyelesaian masalah itu melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di dalam lem¬baga negara seperti DPR atau DPRD. Cara hidup ini akan me¬ngantarkan dan merupakan suatu kebiasaan menyelesaikan per¬selisihan melalui lembaga itu sehingga masalah itu dapat diselesai¬kan dengan tertib dan reratur. Kedua, diskusi, Sebagai suatu negara demokrasi, di mana rakyat diikursertakan dalam masalah negara, maka pertukaran pikiran yang bebas demi terselenggaranya kepentingan rakyat, maka diskusi harus dibuka seluas-luasnya, Diskusi dapat berbentuk pole¬mik di dalam media massa, seperti surat kabar dan lain-lain. Di dalam diskusi atau musyawarah sebagai landasan kehidupan masyarakat dan warga demokrasi harus diberikan saluran. Dengan demikian, apa yang dikehendaki oleh rakyat akan mudah diketa¬hui. Seperti dikemukakan di atas, dalam rangka pem¬ahaman Pancasila, sangatlah sesuai dengan kerakyatan yang dipimpin oleh nikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/per¬wakilan. Dalam hal ini, semangat musyawarah, baik dalam lembaga-lembaga perwakilan maupun dalam wadah-wadah lainnya seperri media massa sudah sewajarnya dibina terus-menerus.









9
Di bawah demokrasi Parcasila Indonesia dapat merasakan stabilitas Nasional yang cukup memadai. Keamanan terkendali sektor ekonomi maju pesat pembangunan diupayakan dapat merata ke pelosok-pelosok negeri, meskipun hanya sedikit yang berhasil. Target dari sistem Demokrasi Pancasila adalah pem-bangunan ekonomi yang berencana, untuk kesejahteraan rakyat. Karena stabilitas politik dan keamanan menjadi persoalan bangsa yang amat penting. Bagaimana akan tercipta kesejahteraan tanpa situasi politik dan keamanan yang stabil, untuk itulah perlu dibuat "Undang-Undang anti Subversi", sanksi bagi petualang politik dan pengacau keamanan. Hasilnya cukup spektakuler. Rakyat khususnya masyarakat keelas menengah ke bawah merasakan betul betapa tenang dan damai hidup di bawah sistem demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila sukse dalam beberapa hal tetapi tidak sukses dalam banyak hal. Lemahnya pengawasan dalam proes pembangunan, okonomi menyebabkan terjadinya "negosiasi" antara elit kelas menengah. Kemunculan dikenal dengan korupso, kolusi dan mepotisme (KKN) yang menguasai hampir setiap birokrasi kegiatan, dari pusat merembet ke daerah-daerah. Korupsi Indonesia pada masa ini persis seperti digambarkan. oleh seorang negarawan sebagai ciri-ciri "Negara Lunak.", yaitu negara yang menjadikan praktek-praktek KKN dan semacamnya sebagai kegiatan yang membudaya tanpa kemauan secara sungguh-sungguh untuk meberantasnya. Akibatnya, negara diwarnai ketimpangan sosia1 ekonomi dan ketidak adilan kehidupan rakyat

D. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.

10
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.



Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari

A. Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara
Menghargai pendapat anggota keluarga lainya
Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja
Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama

B. Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya
Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi
Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya
Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi
Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain

C . Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan
Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama
Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah
Sikap anti kekerasan

D. Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas
Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya
Memiliki kejujuran dan integritas

11
Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik
Menghargai hak-hak kaum minoritas
Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat
Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.





































12
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita petik dari pembahasan tersebut diatas adalah bahwa di Negara kita memang sudah diatur dalam UUD 145 baik itu mengeai keadilan, mensejahterakan rakyat, dan juga menjaga keamanan rakyat dari serangan / gangguan dari luar dan dalam. Tapi yang sangat disayangkan adalah pelaksanaan para pemimpin Negaralah yang sangat disayangkan karena tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam UUD 1945, seperti kata pasal “Dari rakyat, Oleh rakyat dan untuk rakyat” . apalah hal ini memang terlaksana di Negara kita ? Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudanyakannya.
Membudaya berarti telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi. Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan, partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai demokrasi itu kurang di praktekan.

B. Saran
Mewujudkan budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara. Yang paling utama, tentu saja, adalah:
1. Adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.
2. Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya.
Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran, yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari. Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



13

DAFTAR PUSTAKA
1. “http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi“Oktober 2009
2. “http://dondsor.blogster.com/demokrasi_dan_Konstitusi.html“
3. Saeful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca Orde-Baru Gramedia Pustaka Utama. 2008
4. Wijianti, S.Pd. dan Aminah Y., Siti, S.Pd. 2005 “ Kewarganegaraan (Citizenship)”. Jakarta: Piranti Darma Kalokatama.
5. Dahlan, Saronji, Drs. Dan H. Asy’ari, S.Pd, M.Pd. 2007 “Kewarganegaraan Untuk SMP Kelas VIII Jilid 2”. Jakarta: Erlangga.
6. Harian Seputar Indonesia , 29 Oktober 2009
7. Drs. Usiono, MA. Pancasila Pembangun karakter Bangsa. Hijri P

































14

Senin, 08 Februari 2010

penyelidikan bahasa

LINGUISTIK
FONOLOGI
FONETIK
Tulisan Fonetik
Klasifikasi
Bunyi
Proses Fonasi
Alat Ucap
FONEMIK
Identifikasi
Fonem
Perubahan Fonem
Khasanah Fonem
Klasifikasi Fonem
Alofon
Fonem dan Grafem
TOPIK LAIN
PARA TOKOH FONOLOGI
REFERENSI
FONOLOGI
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi terbentuk dari kata fon = bunyi dan logi = ilmu.
Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi:
1. Fonetik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
2. Fonemik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tesebut sebagai pembeda.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
1. FONETIK
adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Menurut terjadinya bunyi bahasa itu, fonetik dibedakan menjadi :
1. Fonetik Artikularis / Fonetik Organis / Fonetik Fisiologis
Mempelajari bagaimana alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan
bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
2. Fonetik Akustik
Mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau feomena alam.
3. Fonetik Auditoris
Mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
1.1 Alat Ucap
Nama-nama alat ucap yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa. Berikut adalah contoh video alat ucap1. Paru-paru (lung)
2. Batang tenggorok (trachea)
3. Pangkal tenggorok (larynx)
4. Pita suara (vocal cord)
5. Krikoid (cricoid)
6. Tiroid (thyroid) atau lekum
7. Aritenoid (arythenoid)
8. Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)
9. Epiglotis (epiglottis)
10. Akar lidah (root of the tongue)
11. Pangkal lidah (back of the tongue, dorsum)
12. Tengah lidah (middle of the tongue, medium)
13. Daun lidah (blade of the tongue, laminum)
14. Ujung lidah (tip of the tongue, apex)
15. Anak tekak (uvula)
16. Langit-langit linak (soft palate, velum)
17. Langit-langit keras (hard palate, palatum)
18. Gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)
19. Gigi atas (upper teeth, dentum)
20. Gigi bawah (lower teeth, dentum)
21. Bibir atas (upper lip, labium)
22. Bibir bawah (lower lip, labium)
23. Mulut (mouth)
24. Rongga mulut (oral cavity)
25. Rongga hidung (nasal cavity)
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
1.2 Proses Fonasi
Terjadinya bunyi bahasa dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paruparu melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang di dalamnya terdapat pita suara yang harus berada dalam posisi terbuka,melalui rongga mulut atau rongga hidung,
udara diteruskan ke udara bebas.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
1.3 Tulisan Fonetik
Tulisan fonetik dibuat berdasarkan huruf-huruf dari aksara Latin, yang ditambah dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah modifikasi terhadap huruf Latin itu.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
4.1.4 Klasifikasi Bunyi
Bunyi bahasa dibedakan atas vocal dan konsonan. Beda terjadinya bunyi vocal dan konsonan adalah arus udara dalm pembentukan bunyi vocal, setelah melewati pita suara, tidak mendapat hambatan apa-apa, sedangkan pembentukan bunyi konsonan, arus udara
itu masih mendapat hambatan atau gangguan. Contoh: Video Fonologi Portugis
4.1.4.1 Klasifikasi Vokal
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut, vocal-vokal itu diberi nama :
[i] adalah vokal depan tinggi tak bundar
[e] adalah vokal depan tengah tak bundar
[∂] adalah vokal pusat tengah tak bundar
[o] adalah vokal belakang tengah bundar
[a] adalah vokal pusat rendah tak bundar
4.1.4.2 Diftong Atau Vokal Rangkap
Karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya. Diftong dibedakan menjadi :
1. Diftong naik, karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi
yang kedua.
2. Diftong turun, karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi
kedua.
4.1.4.3 Klasifikasi Konsonan
Dibrdakan berdasarkan 3 patokan / criteria :
1. Berdasarkan posisi pita suara :
a. Bunyi bersuara, apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga
terjadi getaran pada pita suara.
b. Bunyi tidak bersuara, apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga
tidak ada getyaran pada pita suara.
2. Berdasarkan tempat artikulasinya :
a. Bilabial, konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah
merapat pada bibir atas.bunyi [b], [p], dan [m].
b. Labiodental, konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas,
gigi bawah merapat pada bibir atas, bunyi [f] dan [v].
c. Laminoalveolar, konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, daun
lidah menempel pada gusi, bunyi [t] dan [d].
d. Dorsovelar, konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan vlum langitlangit
lunak, bunyi [k] dan [g].
3. Berdasarkan cara artikulasinya :
a. Hambat (letupan, plosive, stop), bunyi [p], [b], [t], [d], dan [g].
b. Geseran atau frikatif, bunyi [f], [s], dan [z].
c. Paduan atau frikatif, bunyi [c] dan [j].
d. Sengauan atau nasal, bunyi [m], [n], dan [η].
e. Getaran atau trill, bunyi [r].
f. Sampingan atau lateral, bunyi [l].
g. Hampiran atau aproksiman, bunyi [w] dan [y].
Unsur Suprasegmental
Dalam suatu runtutan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselangseling
dengan jeda singkat atau agak singklat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi
rendah bunyi, panjang pendek bunyi, ada bunyi yang dapat disegmentasikan yang disebut
bunyi segmental.
4.1.5.1 Tekanan atau Stres
Menyangkut masalah keras lunaknya bunyi.
4.1.5.2 Nada atau Pitch
Berkenaan dengan tinggi rendahnya bunyi.
4.1.5.3 Jeda atau Persendian
Berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar.
1. Jeda antar kata, diberi tanda ( / )
2. Jeda antar frase, diberi tanda ( // )
3. Jeda antar kalimat, diberi tanda ( # )
4.1.6 Silabel
Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran. Satu silabel meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
2. FONEMIK
adalah bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Objek penelitian fonemik adalah fonem.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
2.1 Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari
sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu
membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan bahasa pertama, kalau
kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, berarti bunyi tersebut adalah fonem.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
4.2.2 Alofon
adalah dua buah bunyi dari sebuah fonem yang sama. Alofon-alofon dari sebuah
fonem memiliki kemiripan fonetis, banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya.
Distribusi alofon bisa bersifat komplementer dan bebas.
Distribusi komplementer / distribusi saling melengkapi adalah distribusi yang
tempatnya tidak bisa dipertukarkan dan bersifat tetap pada lingkungan tertentu.
Distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa persyaratan
lingkungan bunyi tertentu.
Alofon adalah realisasi dari fonem, maka dapat dikatakan bahwa fonem bersifat
abstrak karena fonem hanyalah abstraksi dari alofon itu dan yang konkret atau nyata ada
dalam bahasa adalah alofon itu, sebab alofon itulah yang diucapkan.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
2.3 Klasifikasi Fonem
Kriteria klasifikasi terhadap fonem sama dengan criteria yang dipakai untuk
klasifikasi bunyi (fon) dan panamaan fonem juga sama dengan penamaan bunyi.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
2.4 Khazanah Fonem
adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Jumlah fonem yang
dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain.jumlah
fonem bahasa Indonesia ada 24 buah, terdiri dari 6 buah fonem vokal (a, i. u, e, ∂, dan o)
dan 18 fonem konsonan (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l, w, dan z).
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
2.5 Perubahan Fonem
Sebuah fonem dapat berbeda-beda tergantung pada lingkungannya atau pada
fonem-fonem lain yang berada disekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fonem bersifat
fonetis, tidak mengubah fonem itu menjadi fonem lain.
Beberapa kasus perubahan finem antara lain :
4.2.5.1 Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain
sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu sama
atau mempunyai cirri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya.
Dalam proses disimilasi, perubahan itu menyebabkan dua buah fonem yang sama
menjadi berbeda atau berlainan.
4.2.5.3 Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal
Umlaut = perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal iti diubah menjadi
vokal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vokal berikutnya yang tinggi.
Ablaut = perubahan vokal yang kita temikan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman
untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal.
Harmoni vokal atau keselarasan vokal terdapat dalam bahasa Turki yang
berlangsung dari kiri ke kanan atau dari silabel yang mendahului ke arah silabel
yang menyusul
4.2.5.4 Kontraksi
adalah hilangnya sebuah fonem atau lebih yang menjadi satu segmen dengan
pelafalannya sendiri-sendiri.
4.2.5.5 Metatesis dan Epentesis
Proses metatesis mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata.
Proses epentesis sebuah fonem tertentu, biasanya yang homorgan dengan
lingkungannya, disisipkan ke dalam sebuah kata.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
2.6 Fonem dan Grafem
1. Grafem e dipakai untuk melambangkan dua buah foe\nem yang berbeda,
yaitu fonem /e/ dan fonem /∂/.
2. Grafem p selain dipakai untuk melambangkan fonem /p/, juga dipakai untuk
melambangkan fonem /b/ untuk alofon /p/.
3. Grafem v digunakan juga untuk melambangkan fonem /f/ pada beberapa kata
tertentu.
4. Grafem t selain digunakan untuk melambangkan fonem /t/ digunakan juga
untuk melambangkan fonem /d/ untuk alofon /t/.
5. Grafem k selain digunakan untuk melambangkan fonem /k/ digunakan juga
untuk melambangkan fonem /g/ untuk alofon /k/ yang biasanya berada pada
posisi akhir.
6. Grafem n selain digunakan untuk melambangkan fonem /n/ digunakan juga
untuk melambangkan posisi /n/ pada posisi di muka konsonan /j/ dan /c/.
7. Gabungan grafem maih digunakan : ng untuk fonem /η/; ny untuk fonem /n/;
kh untuk fonem /x/; dan sy untuk fonem /∫/.
8. Bunyi glottal stop diperhitungkan senagai alofon dari fonem /k/; jadi,
dilambangjan dengan grafem k.
MAP: FONOLOGI | FONETIK | FONEMIK | TOPIK LAIN | PARA TOKOH FONOLOGI | REFERENSI
3. TOPIK LAIN
Phonology also includes topics such as assimilation, elision, epenthesis, vowel harmony, tone, non-phonemic prosody and phonotactics. Prosody includes topics such as stress and intonation.
4. TOKOH FONOLOGI
5. Jan Baudouin de Courtenay
6. Leonard Bloomfield
7. Franz Boas
8. Noam Chomsky
9. George N. Clements
10. Patricia Donegan
11. John Rupert Firth
12. John Goldsmith
13. Morris Halle
14. Joan B. Hooper
15. Roman Jakobson
16. Daniel Jones
17. Jonathan Kaye (Linguist)
18. Michael Kenstowicz
19. Paul Kiparsky
20. Mikołaj Kruszewski
21. Jerzy Kuryłowicz
22. André Martinet
23. John McCarthy
24. David Odden
25. Kenneth Pike
26. Alan Prince
27. Jerzy Rubach
28. Edward Sapir
29. Ferdinand de Saussure
30. Paul Smolensky
31. David Stampe
32. Henry Sweet
33. Nikolai Trubetzkoy
34. Wyn Johnson
Anekdot
{ Januari 29, 2009 @ 12:51 pm } • { Blogroll }
{ } • { Komentar (3) }
Anekdot
Persahabatan
Suatu ketika terdapat dua orang sahabat sedang duduk-duduk dibawah pohon. Keduanya saling bersalam-salaman sebelum menenggak segelas wiski.
“Sobat,” kata Norman, SE “Jika nanti aku mati, sudikah kau guyurkan sebotol wiski di atas makamku?”
”Tentu sobat!” jawab Narto, S.Sn ”Akan kuguyurkan sebotol wiski, tapi sebelumnya biarlah wiski itu berada dalam ginjalku terlebih dahulu.”
Asal-muasal Kelahiran
”Ibu,” tanya Andi saat berada di danau Toba bersama ibunya. ”Bagaimana aku bisa lahir di dunia?”
“Kau di bawa seekor bangau.” Jawab ibunya.
“Kalau ibu?”
“Ibu dulu juga dibawa seekor bangau.”
“Kalau nenek?”
“Juga dibawa bangau.”
“Berarti, tiga generasi keturunan kita tidak terlahir normal ya Bu?”
Gunanya Ayah
”Ibu,” tanya Andi lagi kepada ibunya yang berasal dari Suku Sunda. ”Apakah polisi menjaga kita?”
”Benar.” jawab ibu.
”Pemadam kebakaran bisa kita telpon kapan saja?”
”Betul.”
”Tukang ledeng bisa kita panggil setiap saat?”
”Ya.”
”Lalu, apa gunanya ayah?”
Tolong Tutup lagi
Bagus sedang memancing sambil membaca Kompas. Tiba-tiba ada botol mengarah padanya. Dibukanyalah botol itu. Fush! Segumpal uap membentuk sketsa jin.
”Terima kasih Tuan.” kata Jin. ”Akan kukabulkan tiga permintaan sebagai tanda terima kasih telah membebaskan saya.”
”Hmm, pertama aku ingin nilai rupiah distandardkan dengan dolar. Kedua, Hapuskan korupsi. Ketiga, beri aku lapangan pekerjaan.”
”Hmm.” jin tampak berfikir. Lalu perlahan masuk kembali dalam botol dan sebelum kepalanya masuk ke ujung botol, berkatalah: ”Tolong tutup botolnya mas, terima kasih.”
Orang tua yang Cerdas
Andi sedang memberi tahu hasil ulangannya kepada ayahnya. Ayahnya sedang memperhatikan kertas hasil ulangan fisika, matematika dan Bahasa Indonesia.
”Kenapa nilaimu jelek semua?” tanya ayahnya. ”Ayah dengar nilai Budi bagus-bagus. Kenapa kamu bisa begini?”
”Ya beda yah.” jawab Andi mempertanggung jawabkan. “Budi kan punya orang tua yang cerdas.”
Ayam Jago
Si Andi lagi, si Andi lagi. Kali ini dirinya memberi tebakan kepada temannya yang sangat pandai sekali di kelasnya.
“Tahu nggak, kenapa ayam jago kalau berkokok memejamkan mata?” tanya Andi.
“Secara alamiah, ayam jago tersebut dapat mengeluarkan bunyi suara yang lebih keras dengan menutup matanya.”
“Ah salah.”
“Lalu?”
“Karena ayam jagonya hafal teksnya. Kan mudah, Cuma kukuruyuuuuuuk!”
Andi Naik Pesawat
Andi sedang naik pesawat sendirian. Di dalam pesawat Andi ditemani 4 orang. Eh, tak disangka, pesawat oleng ke kiri dan kenanan hendak jatuh. Andi jadi teringat slogan pesawat Anam Air: Cepat, Murah, dan Mudah Jatuh.
Ternyata eh ternyata parasutnya hanya ada 5. Sedangkan si Pilot sudah terjun duluan. Seorang bernama Kurniawan Dwi Julianto segera mengambil satu parasut: “Saya tidak boleh mati. Sebab, saya pemain nasional negara kita. Negara ini masih butuh saya.”
Parasut kedua segera diambil Megawati sambil berkata: “Saya tidak boleh mati, saya akan jadi presiden 2009 nanti!” Megawati pun terjun bebas.
Selanjutnya, Gus Dur pun tak mau kalah. Segera diambil satu ransel parasut setelah berhasil meraba-raba. ”Apa jadinya negara ini tanpa guru bangsa seperti saya. Lagi pula kalau saya mati, Riau, Jawa, Madura, Irian Jaya akan memisahkan diri dari NKRI! Singkat ceritanya, saya tidak boleh mati.” Gus Dur pun melakukan terjun.
”Gitu aja kok repot!” Imbuh Gus Dur.
Tinggallah Aa. Gym dan Andi. Keduanya saling pandang-memandang. Lantas, berkatalah Aa. Gym kepada Andi.
”Sudahlah,” kata Aa. Gym pasrah. ”Kamu pakai saja parasut terakhir itu. Saya sudah cukup lama hidup. Tak lama juga saya akan segera mati. Lagi pula saya rasa, sudah cukuplah saya berdakwah kepada umat untuk menuju jalan kebenaran. Jalan menuju Allah dengan cara mengikuti jejak Rasulullah. Saya ikhlas nak. ”
”Tapi Pak,” kata Andi.
”Sudahlah,” potong Aa. Gym. ”Aa’ hanya ingin berpesan kepadamu bahwa negara ini berada ditanganmu. Para pemuda adalah tulang punggung negara. Hidup hanyalah sementara nak. Apalah artinya kita mengejar banyak harta kalau toh nanti yang kita bawa hanya selembar kain kafan?”
”Bapak jangan berkata begitu. Ini masih ada dua?”
”Lho kok?”
”Tadi itu, saat Gus Dur meraba-raba yang didapatnya adalah tas ransel sekolah saya. Saya diemin aja Pak.”
”Subhanallah.”
LUBISGRAFURA.CO.CC TO PALESTINA AND ISRAEL
{ Januari 26, 2009 @ 4:54 am } • { Blogroll }
{ } • { Komentar (3) }
To All people in this earth, our blood is same, we breath same air, and drink same water, why we still keep fight each other?
Untuk tubuh yang tertumbuk dinding, dan organ yang hilang karena mesiu, tak perlu mencari siapa yang salah dan benar, letakkan senjata, mari kita menikmati satu musik dari Michael Heart berikut ini…
A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive
They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze
We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight
Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right
But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze
Populasi dan Sampel Penelitian
{ Januari 20, 2009 @ 4:35 am } • { Blogroll }
{ } • { Komentar (10) }
Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif, populasi dan sampel penelitian sangat diperlukan. Populasi adalah wilayah generasli yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh penbeliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan begitu juga sebaliknya.
Dalam menetapkan besar kecilnya sampel, tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan heterogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan, sebaliknya jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbangan pengambilan sampel harus memperhatikan dua hal, yaitu (1) harus diseleidiki kategori-kategori heterogenitas dan (2) besarnya populasi.
Langkah-langkah dalam penarikan sampel adalah penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan. Penarikan sampel dari penelitian tidak lain memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai populasi tersebut. Oleh karena itu, penarikan sampel sangat diperlukan dalm penelitian.
Terdapat beberapa jenis desain sampling dalam penelitian. Jenis pertama desain sampling adalah probality sampling. Jenis sampling ini ada beberapa, yaitu (1) acak sederhana (sampling random sampling), yaitu acak jenis ini adalah acak yang paling dikenal oleh banyak orang dalam pencarian sampel, (2)rancangan acak berstrata (stratified random sampling) yaitu apabila populasi terdiri dari sejumlah sub-kelompok atau lapisan yang mungjin memiliki ciri yang berbeda acapkali diperlukan suatu bentuk penarikan sampel yang disebut penarikan berlapis, (3) rancangan klaster (claster sampling), yaitu mendaftar semua anggota populasi sasaran dan kemudian memilih sampel diantaranya, dan (4) rancangan sistematis (systematic sampling), yaitu penarikan sampel dengan cara mengambil setiap kasus yang kesekian dari daftar populasi.
Penelitian Eksperimen Sebuah Studi
{ Januari 20, 2009 @ 4:25 am } • { Blogroll }
{ } • { Komentar (1) }
Penelitian Eksperimen Sebuah Studi
Terdapat beberapa hal yang dapat diinternalisasikan sebagai khasanah keilmuan ketika kelompok penyaji membawakan makalah berjudul Penelitian Eksperimen Sebuah Studi. Dalam makalah tersebut disajikan pengertian penelitian eksperimen, tujuan penelitian eksperimen, karakteristik penelitian eksperimen, ragam penelitian eksperimen, dan macam-macam penelitian eksperimen.
Tujuan penelitian eksperimen adalah untuk meneliti pengaruh dari suati perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok tertentu dibanding dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang berbeda. Di dalam penelitian eksperimen setidaknya dibutuhkan dua kelompok, yaitu kelompok pembanding (control grup) dan kelompok yang dibandingkan (eksperimental group). Oleh karena itu, penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari sesuatu yang dikenakan pada subyek selidik.
Penelitian eksperimen memiliki beberapa ciri. Ciri tersebut adalah setiap bariabelnya diatur secara tertiba dan ketat, adanya kelompok kontrolsebagai data dasar, memusatkan pada pengontrolan variasi, validitas internal mutlak diperlukan, dan semua variable konstan perlu diusahakan.
Ragam penelitian eksperimen terbagi menjadi dua, yaitu rancangan eksperimen dan rancangan quassi-eksperimental. Ragan yang pertama ditandai dengan kondisi yang ada disekitar atau yang diperkirakan mempengaruhi subjek yang digunakan untuk eksperimen, terdapat kelompok yang diberi perlakuan yang difungsikan sebagai pembanding bagi kelompok yang diberi perlakuan, kondisi dua kelompok diusahakan sama, dan kedua kelompok tidak terjadi hawthorne effect (hasilnya tidak murni karena kedua kelompok mengetahui statusnya) dan henry effect.(usaha ekstra dari kelompok karena mereka mengetahui akan diuji).
Terdapat beberapa langkah dalam menyusun penelitian eksperimen. Langkah-langkah tersebut adalah mengidentifikasi masalah, melakukan studi literature, membuat rencana, melakukan eksperimen, mengumpulkan data kasar, mengorganisasi dan mendeskripsi data, membuat analisis data, dan membuat laporan penelitian eksperimen.
Masalah Penelitian
{ Januari 20, 2009 @ 4:16 am } • { Blogroll }
{ } • { Komentar (1) }
Masalah Penelitian
Penelitian yang sistematis diawali dengan suatu persoalan. Persoalan ini selanjutnya akan dirumuskan menjadi rumusan masalah. Pemilihan dan rumusan masalah adalah salah satu aspek yang paling penting dalam pelaksanaan penelitian di bidang apa saja. Penelitian tidak dapat dilakukan sebelum suatu masalah diidentifikasi, dipikirkan secara tuntas, dan dirumuskan dengan baik.
Seorang peneliti, mula-mula, harus menentukan pokok persoalan peneyelidikan yang bersifat umum. Pengetahuan, pengalaman, dan lingkungan peneliti sendiri biasanya menentukan pilihan itu. Setelah dipilih, objek pokok persoalan yang bersifat umum itu kemudian dipersempit menjadi persoalan yang lebih khusus. Keeterampilan melakukan penelitian sebagaian besar merupakan masalah melakukan pemilihan yang baik tentang apa saja yang harus diselidiki.
Terdapat berbagai macam persoalan untuk diteliti di lapangan. Setelah menemukan penelitian, langkah yang harus dilakukan selanjutnya adalah memilih permasalahan dari sekian masalah yang ditemui. Tiga sumber penelitian yang penting adalah pengalaana, deduksi dan teori, dan literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang hendak diteliti.
Teori dan prosedur yang dapat ditemukan dalam bidang lain mungkin dapat disesuaikan untuk dapat diterapkan dalam bidang pendidikan. Hal ini memungkinkan terjadi, yaitu ketika terdapat gerakan-gerakan di luar profesi pendidikan yang dapat membawa ke arah penelitian yang baru. Misalnya, gerakan wanita yang menamakan diri mereka adalah feminisme. Lebih khusus lagi, penelitian dalam bidang ini dapat berupa sex stereotyping dalam materi pendidikan.
Sesudah masalah dipilih dan ditetapkan, selanjutnya dari tugas peneliti adalah merumuskan atau mengemukakan persoalan tersebut dalam bentuk yang dapat diteliti. Persoalan yang baik, setidaknya harus: (1) menerangkan dengan jelas apa yang akan diterangkan atau dipecahkan dan (2) membatasi ruang lingkup studi itu pada persoalan yang lebih khusus.
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis dalam Penelitian Kuantitatif
{ Januari 20, 2009 @ 4:04 am } • { Blogroll }
{ } • { Komentar (4) }
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis
dalam Penelitian Kuantitatif
Diskusi pada kelompok II membahas menenai asumsi dan hipotesis pada penelitian kauntitatif. Asumsi merupakan latarbelakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi merupakan suatu gagasan primitif. Hipotesis tidak selalu ada pada penelitian kuantitatif, namun hipotesis setidak-tidaknya menjadi hal utama untuk memberikan gambaran pertama pada sebuah penelitian.
Kajian pustaka di dalam sebuah penelitian memang sering dirancukan dengan kajian teori. Namun, dalam hal ini kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama di dalam sebuah penelitian yaitu untuk mempertanggungkawabkan penelitian secara logis.
Salah satu teknik yang bisa digunakan dalam membuat kajian teori adalah memperhatikan judul penelitian. Setidaknya, di dalam judul tersebut tampak beberapa gambaran secara tersurat mengenai hal-hal apa saja yang perlu dibahas dalam sebuah penelitian. Misalnya penelitian dengan judul Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Kelas 6 dengan Gambar Seri. Dari judul ltersebut ada bagian-bagian tersirat: kemampuan mengarang (bagian dari keterampilan berbahasa), karakteristik siswa kelas 6, dan gambar berseri.
Setelah menentukan bagian-bahian tersirat dari sebuah penelitian, selanjutnya adalah menentukan kerangka teorinya. Kerangka teori setidak-tidaknya membahas ketiga aspek tersebut – dalam contoh penelitian di atas.
Kajian pustaka dalam penelitian kuantitatif yang dilakukan sebelum penelitian mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut.
1. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti
2. Memperdalam pengetahuan penelitian mengenai hal-hal yang menyangkut masalah dan bidang yanag akan diteliti maupun berbagai metode yang termasuk dalam rancangan penelitian, pengembangan instrumen, penarikan sampel, maupun teknik analisis data.
3. Mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti sebagai landasan dan acuan teoretis yang tepat
4. Mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan sehingga dapat diketahui apa saja yang sudah diteliti, apa saja temuan-temuannya, dan bagian-bagian mana yang diteliti
5. Mendapatkan informasi tentang aspek-aspek mana saja dan topik yang sama yang barangkali sudah pernah diteliti, agar tidak terjadi duplikasi.
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis
{ Januari 16, 2009 @ 10:06 pm } • { Blogroll }
{ } • { Tinggalkan sebuah Komentar }
Kajian Teori, Asumsi, dan Hipotesis
dalam Penelitian Kuantitatif
Diskusi pada kelompok II membahas menenai asumsi dan hipotesis pada penelitian kauntitatif. Asumsi merupakan latarbelakang intelektual suatu jalur pemikiran. Asumsi merupakan suatu gagasan primitif. Hipotesis tidak selalu ada pada penelitian kuantitatif, namun hipotesis setidak-tidaknya menjadi hal utama untuk memberikan gambaran pertama pada sebuah penelitian.
Kajian pustaka di dalam sebuah penelitian memang sering dirancukan dengan kajian teori. Namun, dalam hal ini kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama di dalam sebuah penelitian yaitu untuk mempertanggungkawabkan penelitian secara logis.
Salah satu teknik yang bisa digunakan dalam membuat kajian teori adalah memperhatikan judul penelitian. Setidaknya, di dalam judul tersebut tampak beberapa gambaran secara tersurat mengenai hal-hal apa saja yang perlu dibahas dalam sebuah penelitian. Misalnya penelitian dengan judul Meningkatkan Kemampuan Mengarang Siswa Kelas 6 dengan Gambar Seri. Dari judul ltersebut ada bagian-bagian tersirat: kemampuan mengarang (bagian dari keterampilan berbahasa), karakteristik siswa kelas 6, dan gambar berseri.
Setelah menentukan bagian-bahian tersirat dari sebuah penelitian, selanjutnya adalah menentukan kerangka teorinya. Kerangka teori setidak-tidaknya membahas ketiga aspek tersebut – dalam contoh penelitian di atas.
Kajian pustaka dalam penelitian kuantitatif yang dilakukan sebelum penelitian mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut.
1. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti
2. Memperdalam pengetahuan penelitian mengenai hal-hal yang menyangkut masalah dan bidang yanag akan diteliti maupun berbagai metode yang termasuk dalam rancangan penelitian, pengembangan instrumen, penarikan sampel, maupun teknik analisis data.
3. Mengkaji teori-teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti sebagai landasan dan acuan teoretis yang tepat
4. Mengkaji hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan sehingga dapat diketahui apa saja yang sudah diteliti, apa saja temuan-temuannya, dan bagian-bagian mana yang diteliti
5. Mendapatkan informasi tentang aspek-aspek mana saja dan topik yang sama yang barangkali sudah pernah diteliti, agar tidak terjadi duplikasi.

puisi referensi

TUGAS REFERENSI TEORI SASTRA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
REFERENSI TENTANG PUISI LAMA, PROSA, DAN PUISI MODERN




DISUSUN OLEH
Jusriyadi
105 33 42 65 07


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BAHASA DAN DAN SASTRA



PUISI LAMA

Karya sastra melayu dirulis dalam bentuk prosa dan puisi. Puisi lama yang merupakan pancran masyarakat lama (Alisyahbana, 1950: 4) terdiri atas pantundan syair, dandua jenis puisi melayu yang umum digemari dalam seluruh masyarakat melayu. Pantun termasuk puisi rakyat yang dalam sebuah untaian ringkas memberi kesatuan bentuk dan makna yang bulat. Pantun bersifat sindiran akibat perhubungan dua larik pertama, yang karena bunyi maupun perlambangannya merupakan pembayangan dua larik berikutnya dengan pantun, bangsa melayu menyatrakan pikiran dan perasaanya. Sudah menjadi tradisi, pada upacara dan kesempatan tertentu. Tua muda berpantun saling bersahutan . kemahiran kemahiran berpantun telah mendarah daging pada kebanyakan orang melayu.

PENGERTIAN PUISI LAMA

Puisi lama ialah puisi terikat oleh syarat-syarat tertentu yang tradisional. Di samping syarat-syarat khusus yang terdapat pada tiap-tiap jenis, juga terdapat syarat-syarat umum sebagai berikut :

a. Jumlah larik pada tiap-tiap bait.
b. Jumlah perkataan atau suku kata pada tiap-tiap larik.
c. Susunan sajak secara vertical pada akhir larik tiap satu bait.
d. Hubungan larik-lariknya.
e. Iramanya menurutkan pola tertentu, jadi merupakan metrum.


JENIS-JENIS PUSI LAMA

A. Bidal
Bidal adalah peribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat, peringatan, dan sebagainya.

Jenis-jenis Bidal

1. Peribahasa ialah segala benruk atau cara berbahasa, tidak dalam arti sebenarnya.
Contoh :
- Malu bertanya sesat di jalan.

2. Pepatah adalah kisan tepat yang dipergunakan untuk mematahkan perkataan orang.
Contoh :
- Besar pasak dari pada tiang.
- Tong kosong nyaring bunynya.

3. Kata arif adalah ucapa-ucapan yang tadinya berasal dari hadist nabi Muhammad saw., yang kemudian terasa sebagai milik umum.
Contoh :
- Senangkanlah hatimu dengan menyenangkan hati orang lain.
- Ilmu yang tiada di amalkan seperti pohon tiada berbuah.

4. Pameo adlah ucapan tiruan yang biasanya hanya berlaku untuk sementara waktu saja. Digunakan sebagai semboyan atau penambah semangat.
Contoh :
- Sekali merdeka tetap merdeka.
- Giat bekerja pasti berjasa.



B. Mantra adalah kata atau ayat apabila diucapakan dapat menimbulkan kuasa gaib, ada beberapa mantra yang selalu di lakukan masyarakat melayu, antara lain sebagai berikut.

Jenis-jenis mantra :

- Mantra untuk merawat tulang yang patah.
“bismillahi rahmanir rahim tarik layar kembang sena urat yang kendur sudah ketegang urat yang putus sudah kusambung teguh allah tegang Muhammad sendi anggota baginda ali tulang gajah tulang mina ketiga dengan tulang angsa patah tulang rusak binasa berkat sidi kepada guru sidi menjadi kepada aku………………..
La ilaha illallah, muhammadar rasullullah”

- Mantra ketika meramu obat.
“Bissmillahirrahmanirrahim
Bilang-bilang topi ayiar
Den lantiang jo tana buku
Solang tulang lai cayiar
Kok kunun dagiang nan sambuku
Kobual allah kobual Muhammad kabual bogindo rasullullah………..
Barokat guru aku dan doaku barokat lailahaillallah”


C. Pantun adalah bentuk puisi yang terdiri atas empat larik yang bersajak bersilih dua-dua (poal ab-ab) dan biasanya, tiap larik terdiri dari empat perkataan . dan larik pertama disebut sampiran, sedangkan dua larik berikutnya disebut pantun.


Ciri-ciri pantun
1. Tiap-tiap bait pantun terdiri 4 larik
2. Tiap- tiap larik terjadi dari 8 -12 suku kata.
3. Sajak akhirnya merupakan sajak silang yang dapat dirumuskan ab ab.
4. Larik ke-1 dan larik ke-2 disebut sampiran dan tidak mempunyai hubungan logis denganlarik ke-3 dan ke-4 yang menjadi isi pantun dan disebut maksud.

Jenis-jenis pantun :

- PANTUN ANAK-ANAK
Pantun anak-anak mengadung dua pengertian : pertama pantun yang dikarang oleh anak-anak sendiri untuk mengekpresikan perasaan hati mereka baik riang maupun gembira; kedua pantun yang di karang oleh orang dewasa untuk mengambarkan dunia anak-anak.

1. Pantun bersukacita
Elok rupanya kumbang jati
Dibawa itik pulang perang
Tidak berkata besar hati
Melihat ibu sudah dating
Ramai orang bersorak-sorak
Menepuk gendang dengan rebana
Alangkah besar hati awak
Mendapat baju dan celana

2. Pantun berdukacita
Besar buahnya pisang batu
Jatuh melayang selaranya
Saya ini anak piatu
Sanak saudara tidak punya
Lurus jalan ke payahkumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Dimana hati tidak akan rusuh
Ibu mati bapak berjalan

- PANTUN ORANG MUDA
Tema-tema dalam pantun orang muda berkisar tentang kisah asmara, kasih saying, dan usik-mengusik antar seorang taruna dengan anak dara, kisah kepahlawanan, adat resam, budi pekerti, dan sebagainya.

1. Pantun dagang
Orang padang mandi ke gurun
Mandi berlimau bunga lada
Dagang berurai air mata
Asam penuh dari seberang
Tumbuhnya dekat tepi barat
Badan jauh di rantau orang
Sakit siapa akan mengobat

2. Pantun pekenalan
Darimana hendak kemana
Dari udik hendak ke kota
Kalau boleh abang bertanya
Adik yang cantik siapa nama
Dari mana hendak ke mana
Dari jepang ke Bandar cina
Kalau boleh kami bertanya
Bunga yang kembang siapa yang punya

3. Pantun berkasih-kasihan
Naga sari cempaka biru
Bunga rampai didalam puan
Bilakan sampai kepada tuan
Limau perut lebat di pangkal
Saying selasih condong uratnya
Angin ribut dapat di tangkal
Hati yang kasih apa obatnya
Ikan belanak hilir berenag
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak senang
Hanya teringat dinda seorang
Anak kera di atas bukit
Dipadang muka senyum sedikit
Karena sama menaruh hati

4. Pantun perceraian
Jauh berdagang di tengah kota
Menjual makanan pelbagi benda
Abang pergi mencari harta
Buat meminang akan adinda
Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang ditapak tangan
Biar jauh di negeri satu
Hilang di mata di hati jangan
Bagaimana tidak dikenang
Pucuknya jauh selasih jambi
Bagaimana tidak terkenang
Dagang yang jauh kekasih hati


5. Pantun beriba hati
Duhai selasi janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalupun pergi bertahun jangan
Bunga cina bunga karangan
Tanamlah rapat tepi perigi
Adik dimana abang gerangan
Biarlah dapat bertemu lagi

6. Pantun jenaka
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh di dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat

7. Pantun teka-teki
Sudah gaharu cendana pula
Kura dalam perahu
Sudah tahu Tanya pula
Pura-pura tidak tahu


- Pantun orang tua
Pantun orang tua merupakan pantun yang dituturkan oleh orang-orang tua biasanya berisi nasihat, kias, ibarat, dan ajaran agama. Pantun orang tua ini bisa di bagi tiga yaitu ;
1. Pantun nasihat
2. Pantun agama
3. Pantun adat

- Contoh pantun orang tua antara lain :

1. Pantun nasihat
Anak ayam turun sepuluh
Mati satu tinggal Sembilan
Tuntut ilmu bersungguh-sungguh
Suatu jangan ketinggalan
Kayu cendana di atas batu
Sudah di ikat di bawa pulang
Adat dunia memamng begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Kemuning di tengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri

2. Pantun agama
Kamumu didalam semak
Jatuh melayang selamanya
Meski ilmu setinggi tegak
Tidak sembahyang apa gunanya
Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia tuha yang maha esa

3. Pantun adat
Menanam kelapa di pulau bukum
Tinggi sedapa sudah berubah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di kitabullah
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijujun
Baru terpelihara adat pusaka
Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang di buku lubuh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh


D. Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi tetapi lebih dari 4 larik (mulai dari 6 larik hingga 20 larik). Oleh karena itu, talibun dapat dikatakan merupakan perluasan dari pantun. Jika karmina di sebut juga pantun singkat maka talibun disebut juga pantun panjang.

Ciri-ciri talibun
- Talibun merupakan ikatan jenis pantun, jumlah larik tiap-tiap baitnya lebihdari 4 dan genap (6,8,10, dan setetrusnya)
- Tiap-tiap larikterdiri atas 8-12 suku kata
- Separuh dari jumlah larik bagian atas merupakan sampiran, separuh bagian bawah merupakan maksud.
- Sajak akhirnya, vertical dapat di rumuskan abc, abc,abcd, abcde,abcde, dan seterusnya.

Contoh :

Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli lebih dahulu
Ibu cari anak pun cari
Induk semang cari dahulu
Siapa belangir ke tepian
Jangan dahulu balik pulang
Rusa terdampar dalam lembah
Ekornya hitam kena bara
Kakanda berlayar kelautan
Banyak memetik bunga kembang
Adinda tinggal tengah rumah
Tidur bertilam air mata


E. Karmina (pantun kilat) fungsi karmina antara lain adalah sebagai saran untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung, mengukapkan perasaan, member nasihat, saling percakapan, dan sebagainya.


Ciri-ciri karmina
- Satu larik pertama berupa sampiran.
- Jeda larik ditandai koma (,)
- Sajak akhirlurusnya (a-a)
- Larik kedua merupakan isi.


Contoh :

Gadang gendut tali kecapi,
Kenyang perut senanglah hati.

Ujung bendul dalam semak,
Kerbau mandul banyak lemak.

Dahulu parang sekarang besi,
Dahulu saying sekarang benci.
F. Gurindam adalah satu bentuk puisi melayu lama terdiri atas dua larik kalimatdengan irama akhirnya yang sama, merupakan satu kesatuan yang utuh.larik pertama berisikan semacam soal, atau perjanjian dan larik kedua berisikan jawabannya tau akibat dari masalah tau perjajian dari larik pertama tadi.

Ciri-ciri gurindam
- Tiap sebait terdiri atas 2 larik.
- Jumlah suku kata tiap-tiap lariknya tidak tetap, pada umumnya 10-14.
- Sajak akhirnya merupakan sajak sama yang dapat di rumuskan aa.
- Hubungan larik ke-1 dan larik ke-2 seolah-olah membentuk kalimat majemuk, biasanya hubungan dalam sebab dan akibat.
- Pada umumnya isi menyatakan sutau kebenaran untuk member nasihat.

Contoh :

Cahari olehmu sahabat
Yang beleh di jadikan obat.

Cahari olehmu akan guru
Yang boleh lakukan akan seteru.

Cahari olehmu akan abdi
Yang ada baik sedikit budi.

Kuarng fikir, kurang siasat
Tentu dirimu, kelak tersesat.

Fikir dahulu sebelum berkata
Supaya terelak silang sengketa.

Siapa menggemari silang sengketa
Kelaknya pasti berduka cita.

G. Teka-teki dalah puisi yang termasuk pantun, yang maksudnya mengarah pada tebakan, yang di gunakan oleh masyarat melayu untuk dijadikan suatu hiburan pantun hteka-teki ini merupakan kesenian asli Indonesia yang merupakan sastra yang harus di kembangkan.






Contoh :

Sudah gaharu cendana pula
Kura dalam perahu
Sudah tahu Tanya pula
Pura-pura tidak tahu

H. Seloka merupakan bentuk puisi yang telah tua sajak masuknya pengaruh sastra hindu ke asia tenggara pada awal abad pertama. Dalam sastra melayu Klasik seloka termasuk jenis puisi yang berisi pepatah atau perumpamaan yang mengandung olok-olok, ejekan, senda gurau, dan sindiran.


Ciri-ciri seloka
- Sajak terdiri atas 4 larik.
- Tiap-tiap larik terdiri atas 4 perkataan atau 8-11 suku kata.
- Bersajak seperti syair (aaaa)
- Hubungan larik-lariknya seperti pantun, larik ke-1 dan ke-2 merupakan sampiran, dan larik ke-3 dan ke-4 merupakan maksud.

Contoh :

Ada seekor burung pelatuk
Cari makan dikayu buruk
Tuan umpama ayam pungguk
Segan mengcakar rajin mematuk


I. Syair adalah berasal dari bahsa arab “syuur” yang berarti pengubah atau pengikat hati.syair masuk keindonesia setelah masuknya agama islam memang demikian halnya sebab pada tahun 1380 M di aceh terdapat batu nilan bertuliskan syair Minye tujoh. Isi syai adalah kejadian yang, kisah, nasihat, berbeda dengan pantun yang semata-mata isinya adalah curahan hati.

Ciri-ciri syair :

- Terdiri dari 4 larik tiap bait.
- Setiap bait memberi arti sebagai satu kesatuan.
- Seliruh larik merupakan arti.
- Sajak setiap akhir larik selalu sama (aa-aa).
- Jumlah suku kata tiap larik hamper sama (biasanya 8-12 suku kata).
- Isi syair berupa nasihat, dongeng, cerita dan sebagainya.


Contoh :

Raja kembayat terusir dari negerinya, terpaksa permaisuri melahirkan putrinya di jalan, ditinggalkannya. Diasuh oleh seorang saudagar dan di namai bidasari yang berarti cantik sekali. Raja indra pun jatuh cinta kepada bidasari hinga permaisurih berusaha memusnahkan bidasari, tetapi gagal hingga berhasil di kawininya. Di pihak lain, raja raja kembayat sudah memperoleh kembali kerajaanya dan berputera lagi putera bangsawan namanya.
Putera bangsawan mencari kakaknya dan bertemu. Istana pesta besar-besaran. Dalam perlawatan putera bangsawan mengawini puteri mandu dari yag di kurung oleh jin, sesudah membunuh jin tersebut.


Syair yang diterbitkan oleh ;WR van Hoevell syair ini timbul pada masa transisi islam dan kedatangan bangsa barat ke Indonesia.


J. Matsnui (madah) adalahsyair atau sajak pujian.

Contoh :

Umar
Umar yang adil dengan perinya
Nyatalah pun adil sama dirinya sendiri
Dengan adil itu anaknya di bunuh
Inilah adat yang benar dan sungguh

Dengan bedah antara isi alam
Ialah yang besar pada siang malam
Lagi pun yang menjatuhkan segala syar
Imamu’lhak kedalam padang masyar

Barang yang hak ta’ala katakana itu
Maka katanya sebenarnya itu


K. Rubai adalah puisi yang mirip dengan syair besajak aa/ba, dan terdiri atas 4 larik dalam satu bait.

Contoh :

Manusia
Subhanahu allah apa hal segala manusia
Yang tubuhnya dalam tanah jadi duli yang sia
Tanah itu kujadikan tubuhnya kemudian
Yang ada dahulu padanya terlalu mulia


L. Nazam adalah puisi yang terdiri atas 12 larik, berima 2-2 atau 4-4, berisi perihal hamba yang setia dan bidiman.

Contoh :

Bahwa bagi raja sekalian
Hendak ada menteri demikian
Yang pada satu pekerjaan
Sempurnakan segala kerajaan
Menteri inilah maka tolan raja
Dan peti segenap rahasianya shaja
Karena kata raja itu katanya
Maka menteri yang demikianlah perinya
Jika dapat raja dapat adanya itu
Dapat peti rahasianya itu

M. Gazal adalah puisi yang terdiri atas 8 larik, tiap bait berisi perihal asmara dan tiap larik berakhir dengan kata yang sama.

Contoh :

Kekasihku seperti nyawa pun adalah terkasih dan mulia juga,
Dan nyawakku pun, mana dari pada nyawa itu jauh ia juga,
Jika seribu tahun lamanya pun hidup ada sia-sia juga,
Hanya jika pada nyawa itu hampir dengan sedia suka juaga,
Nyawa iru yang menghidupkan senantiasa nyawa manusia juga,
Dan hilangkan cintanya pun itu kekasihku yang senantiasa juga,
Kekasihku itu yang mengenak hatiku dengan rahasia juga,
Bukhari yang ada serta nyawa itu ialah bahagia juga.

















Puisi Lama




Matra meramu obat
Mantra penyambung tulang
Mantra penutup luka
Mantra penawar racun
Mantra sakit perut
Mantra cepat dapat jodoh


Mantra
Pribhasa
Bidal Pepatah
Kata arif
Pantun Pameo P. bersuka cita
P. berduka cita
Talibun P. anak-anak
P. orang muda P. dagang
Gundam P. jenaka P. perkenalan
P. teka-teki P. berkasih-kasihan
Puisi lama Karmina P. orang tua P. perceraian
P. beribah hati
Teki-teki
P. nasihat
Seloka S. Panji P. adat
S. Kiasan P. agama
Syair S. Pantasi
S. Sejarah
Matsnui S. Sanduran atau terjemahan
S. Keagamaan
Rubai

Nazam

Gasal




Puisi baru
Soneta ( bersajak setiat baris )
Distickon ( sajak 2 baris seuntai )
Terzina ( sajak 3 baris seuntai )
Puisi Baru Quantrain ( sajak 4 baris seuntai )
Quint ( sajak 5 baris seuntai )
Sektet ( sajak 6 baris seuntai )
Septime ( sajak 7 baris seuntai )
Stamza ( sajak 8 baris seuntai )

Perkembangan pros
Mite
Dongeng legenda
Prosa lama hikayat sage
Sejarah fabel
Prosa cerita malang
Roman Hikayat hang tuah
Prosa baru Cerpen sejarah melayu
Drama




Sastra imajinatif

esai
kritik
biografi
pitobiografi
Sastra non imajinatif menoor
sejarah
catatan harian
surat-surat
SASTRA
Epik
Puisi Lirik
Dramatik
Sastra imajinatif Roman
Fiksi Novel
Cerpen
Prosa Novelet

Drama prosa
Drama

Drama puisi

sastra indonesia unismuh


TEMLAWUNG

bulan wengi iki

cahyane pecah sandhuwuring akasia

pangiraku,

bulan kuwi isih rembulan

dhek kala sliramu ing sisihku

netramu sing edum

nyimpen sih katresnan kang nandhes sajeroning ati

lan tan ono kandhege

dak sok banyu mili tresnaku kapisan

marang sliramu

dino-dino kebak kembang mlathi

rinonce dadi kalung putih

nanging lelakon wis cuthel

kesaput mendhung lan pedhut

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »


SEHELAI DAUN JATI MELAYANG LURUH

ini sampai pada batas

antara nurani dan kekuatan

apa yang akan terjadi, apa yang akan kulakukan

embun menetes tak memberi arti

di awal musim kemarau tahun ini

kaki terayun tiada tujuan,

berlalu kelu memagut beban

derai-derai duka

kutabur di atas roda menggelinding

menyusuri lelehnya aspal jalanan

angin berhembus menyibak ranting

sehelai daun jati kering luruh

melayang berputar jatuh terserak

menutupi luka tanah yang kering merekah

kusemai dukaku tanpa menanggung harapan

kecambah tumbuh terpanggang surya

kemarin, musim hujan berlalu

kutanya dia saat jumpa

berapakah harga sebuah kata?

bola matanya meredup

hanya angin menggoyang ujung-ujung rambutnya

harum lembut tercium

panas kurasakan,

di sini kupertaruhkan arti mimpi semalam

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »


DE-JAVU

Malam ini aku adalah asap putih yang diam-diam masuk celah atap rumahmu. Perlahan kubuka pintu kamarmu. Kudekati ranjangmu. Aku tahu kau pura-pura tidur tapi menanti. Kau Adam yang menunggu Hawa. Lalu, aku menyusup dalam selimutmu. Kujamah nakal tubuh laki-lakimu, kau pagut aku. Desah nafasmu membakar pori-pori di tiap lekukku.

Rembulan telanjang berbaring di atas daun bambu. Hiraukan senandung angin malam yang mengusik tangis bayi yang kehausan karena tetek sang ibu sedang dipinjam bapak. Sesaat kutahan jalannya waktu.

Tapi, akhirnya kusaksikan kaki malam tak mampu lagi menahan bergulirnya embun jatuh di atas pelepah pisang. Kuusap lembut matamu yang terpejam. Kebersamaan ini hanyalah senandung mimpi yang terbungkus fatamorgana. Gelapnya malam adalah sembilu hati yang menyerpih luka.

Kepak jiwaku kembali meniti serat-serat kabut dini hari. Bila malam esok kau jumpai kunang-kunang di kebun, pada kerlip sinarnya telah kutitipkan sekuntum rindu, biarlah cinta memilih jalannya sendiri.

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »

ABSTRAK

Mahmuda, Elfi Mariatul. 2007. Karakteristik Teks Berita di Koran (Sebuah Analisis Wacana Kritis). Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Islam Malang.

Pembimbing: Dr. Mujianto, M.Pd.

Kata kunci: Analisis Wacana Kritis, teks berita, representasi, relasi, identitas, konteks sosial.

Bahasa yang digunakan dalam teks berita adalah bahasa yang telah mengalami proses pengolahan sehingga maknanya tidak bisa dipahami dengan hanya melihat hubungan formal struktur gramatika saja tetapi harus dihubungkan dengan konteks di luar teks. Ada beberapa alasan teks berita menarik diteliti:

(1) pemakaian bahasa di koran sangat intensif, (2) setiap produk teks berita telah melalui proses pengolahan bahasa sehingga teks tidak lepas dari maksud-maksud yang sesuai dengan keinginan pihak penulis berita, (3) penggunaan bahasa di media secara langsung atau tidak langsung memiliki andil dalam persoalan-persoalan di tengah masyarakat, dan (4) bahasa dalam teks berita mengandung pesan tersembunyi di balik makna gramatikalnya.

Salah satu pisau bedah yang dapat digunakan untuk memahami pesan tersembunyi bahasa teks berita adalah Analisis Wacana Kritis. Analisis wacana Kritis adalah adalah sebuah pendekatan kritis pada wacana untuk mencari hubungan antara teks (micro level) dengan konteks sosial masyarakat (macro social level). Dalam Analisis Wacana Kritis terdapat tiga langkah analisis secara simultan, yaitu deskripsi, interpretasi, dan eksplanasi.

Ada tiga masalah yang menjadi kajian dalam penelitian karakteristik teks berita di koran, yaitu unsur (1) representasi, (2) relasi, dan (3) identitas.

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan paradigma kritis. Data diperoleh dari lapangan, yaitu pemakaian bahasa Indonesia di koran Jawa Pos, Kompas, Radar Jember, dan Surya. Dalam penelitian ini peneliti menjadi instrumen kunci. Untuk menjaring data peneliti menggunakan teknik observasi langsung pada sumber data dengan menggunakan panduan kodifikasi data dan panduan analisis data. Data yang terkumpul dalam panelitian ini lalu dianalisis menggunakan ‘model alir’ Miles dan Huberman.

Berdasarkan analisis data penelitian ini ditemukan bahwa wartawan dalam representasi teks berita mendayagunakan unsur-unsur kebahasaan sebagai berikut. Pertama, kosakata, meliputi asosiasi dan metafora. Kedua, tatabahasa, meliputi: bentuk proses dan partisipan. Bentuk proses meliputi: proses tindakan, proses peristiwa, proses keadaan, dan proses mental. Bentuk partisipan, meliputi: partisipan sebagi pelaku, partisipan sebagai korban, dan nominalisasi. Ketiga, nominalisasi anak kalimat atau koherensi lokal, meliputi: elaborasi, perpanjangan tambahan, perpanjangan kontras, perpanjangan pilihan, dan mempertinggi. Dan, keempat, rangkaian antarkalimat atau penonjolan bagian penting, meliputi aspek-aspek: (1) pandangan wartawan terhadap partisipan, yaitu partisipan ditampilkan sebagai aktor mandiri atau pemberi reaksi, (2) informasi penting ditampilkan sebagai latar depan, informasi kurang penting sebagai latar belakang, dan

(3) pemberian detil terhadap ide dominan yang didukung wartawan. Untuk menonjolkan hal penting wartawan menggunakan variasi: (1) aktor mandiri sebagai latar depan dan sebagai detil, (2) aktor mandiri sebagai latar depan, aktor pemberi reaksi sebagai detil, dan (3) aktor pemberi reaksi sebagai latar depan juga sebagai detil.

Relasi dalam teks berita di koran ada tiga macam pola yang digunakan wartawan, mencakup (1) hubungan antara wartawan dan khalayak, (2) hubungan khalayak dan partisipan publik, dan (3) hubungan antara wartawan dan partisipan publik.

Identitas dalam teks berita di koran ada tiga cara yang dilakukan wartawan: (a) wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari khalayak, (b) wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari partisipan publik, dan (c) wartawan mengidentifikasi dirinya sebagai pihak mandiri.

Konteks sosial dalam teks berita koran, yaitu (1) konteks situasi saat teks berita dibuat, (2) adanya nilai-nilai dan ideologi masyarakat yang terdapat teks berita, dan (3) adanya pengaruh institusi dalam teks berita, seperti: pemerintah, politik, ekonomi, budaya, seni, hukum, agama, dan sebagainya. Isi sebuah teks berita biasanya adalah konflik yang berkaitan dengan sistem politik, ekonomi, hukum, agama dan sebagainya. Di dalam konflik itu ada kekuatan dominan yang menggunakan media sebagai alat untuk menggalang dukungan gagasan dan pendapat.

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »

ILUSI PUCUK-PUCUK RANDU

bila saatnya tiba

batas waktu menjadi tipis

bulan dan matahari bersatu

bersama berbagi sinar kehidupan

mengusir kabut di pucuk-pucuk kapuk randu

ketika aku tanpa mimpi

getaran rindu menggoda hati,

pada rasa harum melati

namun, panasnya angin tengah padang berhembus

menerpa debu tanah tak terkendali

berpusar, tertapis batang-batang ilalang kering

melatiku pudar

sampai di sini langkahku

di tengah padang diri yang sepi

sementara aku masih mendekap

ilusi dan khayalan di dada,

kusaksikan pipit terbang menembus cakrawala

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 24th, 2009 |No Comments »

APAKAH ARTI KESABARAN ANDA?

Sabar atau kesabaran sebagai suatu kata yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dijalani. Kata sabar akan selalu berkaitan dengan adanya kesulitan atau masalah yang dihadapi oleh seseorang. Selama menghadapi masa sulit lalu berusaha berusaha keluar dari masalah, itu merupakan sebuah proses kesabaran. Apakah kita orang yang sabar?

Apa pun yang dihadapi manusia memiliki makna sebagaimana manusia memahaminya. Kita harus selalu ingat bahwa “tiada ada suatu musibah (cobaan) pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah,”(At Taghaabun:11).

Jika aku merasa harus bersabar dalam menghadapi berbagai masalah di dunia ini maka bagaimanakah aku harus bersikap dan memandang masalah itu? Dalam kategori yang mana kesabaranku itu? Bagaimana dengan Anda memaknai kesabaran Anda sebagai suatu sikap?

Dalam agama, sabar memiliki dua dimensi. Pertama, sabar menghadapi cobaan atau baliyah dari Tuhan. Kedua, sabar meniti perjalanan lurus dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Ulama terkemuka Imam Junaid Al Baghdadi memberikan kriteria cobaan Allah dalam empat kategori.

(1) Adzab

Adzab yaitu cobaan Allah kepada hamba-Nya, baik perorangan, keluarga, maupun kemasyarakatan, disebabkan kesalahan hamba sendiri. Jadi, adzab adalah refleksi dari perbuatan atau pelanggaran, cerminan dosa yang diperbuat manusia itu sendiri. Jika itu sudah dijalani,berarti sudah impas dari sisi dunia, walau pun nanti di akhirat tetap dimintai pertanggungjawaban.

Cara menghadapinya dengan istighfar, pengakuan dosa, berhenti dari berbuat dosa, dan menyesal. Ini penting, karena tidak semua orang berhenti itu menyesali perbuatan dosanya. Selanjutnya, membenci perbuatan dosa yang pernah dilakukannya. Jika empat hal itu sudah dilakukan, ini namanya taubatannashuha.

(2) Imtihan atau ujian

Imtihan atau ujian, yaitu cobaan Allah yang diberikan justru karena orang itu benar untuk diuji kebenarannya dan diketahui apakah dia tetap konsisten pada kebenaran itu manakala ada goncangan. Hal seperti ini selalu ditemui oleh hamba-hamba Allah yang luhur, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW, Idza ahabballahu ‘abdan ibdalahu, apabila Allah mencintai hambanya maka yang dikirim lebih dulu cobaannya.

(3) Musibah atau kecelakaan

Musibah atau kecelakaan murni, bukan karena kesalahan melainkan karena Allah memang menghendaki begitu. Tujuannya untuk memberi pengertian bahwa rahmat Allah itu mahal. Sebab manusia punya tabiat: ‘Yang tampak yang tidak ada, yang ada yang tidak tampak.’ Ketika kita sehat tidak tahu harga sehat. Mahalnya sehat hanya dipahami oleh orang yang sakit. Akhirnya, orang yang terkena musibah menjadi maklum bahwa manusia tidak berkuasa total atas dirinya sendiri.

(4) Istijroj

Istijroj dalam bahasa Jawa biasa diartikan penglulu, yakni adzab yang datang berbungkus nikmat. Orang minta sesuatu diberi, lantas dihancurkan melalui yang diminta itu. Orang minta kuasa diberi kekuasaan, lalu dihancurkan lewat kekuasaannya itu. Demikian juga kekayaan, status, dan semacamnya.

Istijroj bisa terjdi karena njiyat (bahasa Jawa), bukan berdoa tapi memaksa Tuhan, dengan cara tidak halal mencapainya, juga tidak benar penggunaannya. Maka, Tuhan memberi tapi tidak ridho. Karenanya, Allah kemudian mengubah pemberian-Nya menjadi malapetaka.

Di sini kita bisa melihat, sabar sangat fungsional dalam kehidupan. Orang jahat maupun baik, tak satu pun bisa lolos dari cobaan. Orang yang menghindar dari kesulitan akan masuk pada kesulitan baru, sehingga kesulitan harus dihadapi bukan dihindari. Karena cobaan pasti datang maka ulama mengatakan bahwa orang yang bisa sabar adalah orang yang separo sukses dalam kehidupannya, separo lagi ditempati syukur.

Sabar menghadapi goncangan pada dimensi pertama adalah orang yang digoncang tetapi tetap pada konsistensi shirotol mustaqim (jalan lurus). Jadi, konotasi sabar bukan cepat atau lambat tapi ketahanan. Dimensi kedua, sabar terhadap pendekatan kepada Allah yang biasa disebut riyadhoh, yakni proses rekayasa dan olah batin menuju Allah. Istiqomah terhadap taqarrub itulah disebut sabar karena perjalanan menuju Allah tidak mungkin tanpa godaan.

Berbagi

Published in:Uncategorized |on Desember 14th, 2009 |No Comments »

PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN BAHASA MANDARIN

1. Pendahuluan

Pergeseran dan pemertahanan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode yang bersifat dinamis. Karena kode-kode itu tidak pernah lepas antara yang satu dengan yang lainnya maka bahasa bisa berubah. Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang terjadi akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. Sedangkan pemertahanan bahasa menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya (Chaer:1995).

Adalah suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa. Dalam situasi resmi orang Indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, dalam situasi tidak resmi, percakapan sehari-hari, misalnya, orang Indonesia yang terdiri atas bermacam-macam suku dan berbicara dalam bermacam-macam bahasa tidak selalu memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Mereka kadang-kadang memakai bahasa daerah masing-masing, bahasa daerah tempat asal mereka.

Tidak berbeda dengan bangsa lainnya, penggolongan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kebangsaan etnis (suku), kebanggaan keturunan, dan ciri-ciri khas kebahasaan yang dimiliki masih juga tampak dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia. Salah satu golongan yang dimaksud adalah warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina.

Warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina adalah orang-orang keturunan pendatang atau kelompok pendatang (imigran) dari Cina. Untuk berkomunikasi mereka menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, yaitu meninggalkan bahasa mereka sendiri lalu berganti menggunakan bahasa penduduk setempat. Lambat laun terjadilah pergeseran bahasa mereka. Selain itu, dengan munculnya kebijaksanaan pemerintah, yaitu program asimilasi terhadap seluruh penduduk WNI keturunan Cina dan penduduk Indonesia WNA semakin cepatlah proses pergeseran bahasa itu dan memunculkan sikap pemertahanan bahasa di antara kelompok-kelompok masyarakat itu.

Kajian terhadap pergeseran dan pemertahana bahasa secara umum dimaksudkan untuk mendeskripsikan terjadinya, sebab-sebab terjadinya, dan pilihan bahasa di tengan masyarakat. Berikut ini dibahas sedikit masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa Mandarin pada satu keluarga WNI keturunan Cina di Lumajang.

2. Konsep Dasar

2.1 Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain dalam repertoir linguistik suatu masyarakat. Pergeseran bahasa mengacu pada hasil proses ini (Ibrahim, 2003). Pergeseran bahasa dapat diartikan sebagai pergeseran penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau kelompok penutur akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain atau mobilitas penduduk. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa adalah:

a. Faktor ekonomi, sosial, dan politik

Masyarakat memandang adanya alasan penting untuk mempelajari bahasa kedua dan mereka tidak memandang perlu untuk mempertahankan bahasa etnisnya. Semua itu untuk tujuan meningkatkan ekonomi, status sosial, atau kepentingan politik.

b. Faktor demografi

Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat.

Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang bisa memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik sehingga mengundang penduduk daerah lain untuk mendatanginya. Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat. Adanya pergeseran bahasa dapat mengakibatkan punahnya suatu bahasa karena ditinggalkan oleh para penuturnya. Peristiwa ini terjadi bila pergeseran bahasa terjadi di daerah asal suatu bahasa digunakan.

2.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa kemudian tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pemertahanan bahasa adalah sebagai berikut.

a. Pola-pola penggunaan bahasa.

Ini berarti semakin banyak domain tempat dipakainya bahasa minoritas maka semakin besar kesempatannya untuk mempertahankan bahasa itu. Kemungkinan-kemungkinan itu kebanyakan akan ditentukan oleh faktor-faktor sosial ekonomi.

b. Faktor-faktor demografis.

Jika suatu kelompok itu cukup besar sehingga mampu menyediakan banyak penutur dan mampu mengisolasi dirinya sendiri dari kontak dengan penutur bahasa mayoritas, paling tidak dibeberapa domain maka terdapat kesempatan lebih banyak untuk mempertahankan bahasa. Bila anggota-anggota masyarakat etnis tinggal di lingkungan yang sama, hal ini juga membantu mempertahankan bahasa-bahasa minoritas hidup lebih lama. Frekuensi kontak dengan tanah leluhur juga sangat penting sebagai pemberi kontribusi pemertahanan bahasa.

c. Sikap terhadap bahasa minoritas.

Jika bahasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh kebangaan sebagai pengenal kelompok minoritas dan mengungkapkan budaya yang berbeda, lebih besar kemungkinan bahasa itu bertahan. Begitu pula akan sangat membantu bila bahasa itu memiliki status di masyarakat.

3. Masyarakat WNI Keturunan Cina

Masyarakat WNI Cina ditinjau dari kebudayaannya terutama bahasa dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: kelompok Cina peranakan dan kelompok Cina “totok” (Wolf, dalam Sudja’I, 1978). Perbedaan utama antara orang Cina peranakan dan orang Cina “totok” terletak pada bahasa mereka. Orang Cina peranakan adalah penutur asli bahasa Indonesia karena mereka lahir dan dibesarkan di Indonesia. Mereka telah meninggalkan bahasa Cina sebagai bahasa ibu mereka, namun masih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Sedangkan orang Cina “totok” adalah penutur asli bahasa Cina.

Di negeri leluhur mereka masyarakat Cina dibedakan atas empat kelas, yaitu: (1) kelas cendekiawan, (2) kelas petani, (3) kelas buruh, dan (4) kelas saudagar. Golongan (kelas) cendekiawan tidak berimigrasi ke luar. Jadi, hanya golongan 2, 3, dan 4 saja yang merantau.

Dewasa ini orang Cina peranakan dalam berhubungan dengan teman-teman mereka, baik yang berasal dari tanah leluhurnya maupun yang berasal dari orang-orang pribumi, unsur bahasa Indonesianya lebih besar daripada kalau mereka berhubungan dengan orang-orang Cina “totok”. Sebaliknya, jika mereka berhubungan dengan orang-orang Cina ‘totok”, unsur Mandarinnya lebih banyak daripada unsur bahasa Indonesianya.

Dari uraian di atasa, jelas bahwa dalam masyarakat WNI Cina telah terjadi pergeseran bahasa terutama orang Cina peranakan. Mereka bukan lagi penutur asli bahasa Cina melainkan penutur asli bahasa Indonesia.

4. Pola Bahasa Keluarga Keturunan WNI Cina

Meiliana adalah perempuan peranakan atau keturunan WNI Cina yang tinggal di Lumajang. Ayahnya seorang Cina ”totok” yang berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang. Saat kecil Meiliana diasuh oleh pembantunya orang Jawa bernama Aripah. Keluarga Meiliana dalam bertutur menggunakan bahasa Jawa saat berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Begitu juga saat bertutur dalam keluarga, mereka menggunakan bahasa Jawa dengan sedikit campuran bahasa Cina (Mandarin).

Meiliana menikah dengan pria yang sama-sama keturunan WNI Cina. Saat berkomunikasi dengan suaminya, Meiliana menggunakan bahasa campuran, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Mandarin. Tetapi saat bertutur dengan teman-temannya sesama keturunan WNI Cina, Meiliana banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi bahasa Mandarin.

Pada 2001 di Lumajang berdiri tempat kursus bahasa Mandarin “Maju Bersama”. Pada awalnya tempat kursus itu dibuka untuk kalangan orang-orang keturunan WNI Cina saja, tetapi kemudian dibuka untuk umum. Di tempat inilah Meiliana meningkatkan kemampuannya berbahasa Mandarin Suatu hal yang tidak diperolehnya saat orang tuanya hidup. Selain itu ia pun mengikuti organisasi orang-orang keturunan WNI Cina. Dalam satu kesempatan Meiliana mengikuti tour ke negeri Cina, kesempatan ini dipergunakan untuk menelusuri kota asal leluhurnya.

5. Pembahasan

Pola bahasa Meiliana secara bertahap mengalami pergeseran. Ayah Meiliana adalah Cina “totok”, penutur asli bahasa Mandarin. Ketika berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang, ia berdaptasi dengan lingkungan barunya. Ia pun terpengaruh kebudayaan pribumi. Akibatnya, lambat laun ia meninggalkan bahasa aslinya dan menggunakan bahasa Jawa.

Hal ini terus berlangsung sampai pada anak-anaknya. Pada generasi inilah pergeseran bahasa benar-benar terjadi. Anak-anaknya tidak menguasai bahasa Mandarin. Meiliana hanya mengenal bahasa Mandarin secara terbatas karena orang tuanya tidak lagi menggunakan bahasa itu. Saat ia diasuh oleh orang pribumi, maka semakin sempurnalah ia sebagai penutur asli bahasa Jawa.

Bila diperhatikan pergeseran bahasa yang terjadi karena banyak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Sebagai pendatang, mereka harus secepatnya beradaptasi dengan lingkungan barunya. Cara termudah agar bisa diterima adalah dengan mengusai bahasa setempat, meninggalkan bahasa aslinya, kemudian membaur dengan budaya masyarakat sekitarnya.

Warga negara Indonesia keturunan asing dan warga negara asing di Indonesia meliputi berbagai bangsa, yaitu bangsa Cina, Arab, Pakistan, India, Belanda, dan sebagainya. Di antara bangsa-bangsa itu secara kualitatif yang paling dominan adalah keturunan WNI Cina. Dengan kewarganegaraan ini mereka telah menjadi bagian bangsa Indonesia.

Terhadap anak-anak keturunan asing, pemerintah mengeluarkan program pengintegrasian. Diharapkan dengan program ini warga negara Indonesia keturunan asing dapat mendalami nilai-nilai hidup dan kehidupan bangasa Indonesia serta bersama-sama menghayati falsafah Pancasila sebagai landasan persatuan bangsa.

Salah satu program pengintegrasian itu adalah pengadaan asimilasi, yaitu kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan, anak didik warga negara Indonesia keturunan asing dan anak didik penduduk Indonesia warga negara asing guna mendapatkan pendidikan nasional. Asimilasi itu bertujuan dan bermaksud :

a. menimbulkan dan memupuk kesatuan nilai, sikap hidup, dan perilaku sehingga tercipta persatuan dan kesatuan bangsa, senasib seperjuangan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai tekad bersama mencapai cita-cita bangsa dan negara Indonesia berdasarkan falsafah negara Indonesia;

b. menumbuhkan perasaan sebagai anggota atau bagian masyarakat bangsa Indonesia seutuhnya sehingga tercapai perikehidupan yang serasi dengan terdapat tingkat kemajuan masyarakat yang merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dalam Sutini Paimin: 1985).

Warga negara Indonesia keturunan Cina secara kuantitatif paling dominan sehingga terhadap merekalah perhatian program asimilasi dilakukan.

Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam proses asimilasi adalah faktor penguasaan terhadap bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis bagi warga negara keturunan Cina. Penguasaan bahasa Indonesia akan mempermudah penghayatan terhadap falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dengan demikian, WNI keturunan Cina sebagai bagian warga negara kesatuan Republik Indonesia dituntut mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36,yaitu, “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.

Program pemerintah berupa asimilasi seperti uraian di atas menjadi tekanan kuat bagi WNI keturunan Cina untuk melakukan pergeseran bahasa. Peristiwa itu sempurna terjadi karena generasi muda seperti Meiliana tidak lagi menguasai bahasa Mandarin. Bahkan, mereka pun menjadi penutur asli bahasa Indonesia.

Pergeseran bahasa telah terjadi di tengah-tengah masyarakat keturunan Cina tetapi mereka pun berupaya melindungi bahasa Mandarin. Khusus di Lumajang, para WNI keturunan Cina mengambil satu langkah untuk mempertahankan bahasa Mandarin dengan membuka tempat kursus bahasa Mandarin, “Maju Bersama”. Di tempat kursus inilah Meiliana dan generasi muda keturunan Cina lainnya mendapat bimbingan dan memperdalam penguasaannya terhadap bahasa Mandarin. Suatu hal yang tidak dapat diperoleh secara penuh dari orang tua mereka. Dalam satu kesempatan tempat kursus ini mengadakan perjalanan ke negeri Cina sebagai upaya menelusuri tempat leluhur mereka. Dengan hal itu terlihatlah adanya kontak dengan daerah asal mereka, maka semakin kuatlah usaha mereka dalam mempertahankan bahasa Mandarin.

6. Penutup

Pergeseran pemakaian bahasa dari bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia telah terjadi pada keluarga keturunan WNI Cina di Lumajang. Faktor penyebab pergeseran itu adalah faktor sosial budaya dan program integrasi dari pemerintah, yaitu program asimilasi. Tetapi, selain adanya pergeseran bahasa, keluarga keturunan WNI Cina melakukan usaha mempertahankan bahasa Mandarin dengan cara membuka tempat kursus bahasa Mandarin mengadakan kunjungan ke negeri tempat leluhur mereka, Cina.

Daftar Pustaka

  1. Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
  2. Ibrahim, Abdul Syukur. 2003. Bahan Ajar Pendalaman Sosiolinguistik. Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam Malang.
  3. Sudja’I, M.1978. Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Masyarakat Tionghoa Jawa Timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

1. Pendahuluan

Pergeseran dan pemertahanan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode yang bersifat dinamis. Karena kode-kode itu tidak pernah lepas antara yang satu dengan yang lainnya maka bahasa bisa berubah. Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang terjadi akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain. Sedangkan pemertahanan bahasa menyangkut masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya (Chaer:1995).

Adalah suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia terdiri dari beragam suku dan bahasa. Dalam situasi resmi orang Indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi, dalam situasi tidak resmi, percakapan sehari-hari, misalnya, orang Indonesia yang terdiri atas bermacam-macam suku dan berbicara dalam bermacam-macam bahasa tidak selalu memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Mereka kadang-kadang memakai bahasa daerah masing-masing, bahasa daerah tempat asal mereka.

Tidak berbeda dengan bangsa lainnya, penggolongan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh kebangsaan etnis (suku), kebanggaan keturunan, dan ciri-ciri khas kebahasaan yang dimiliki masih juga tampak dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia. Salah satu golongan yang dimaksud adalah warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina.

Warga negara Indonesia (WNI) keturunan Cina adalah orang-orang keturunan pendatang atau kelompok pendatang (imigran) dari Cina. Untuk berkomunikasi mereka menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, yaitu meninggalkan bahasa mereka sendiri lalu berganti menggunakan bahasa penduduk setempat. Lambat laun terjadilah pergeseran bahasa mereka. Selain itu, dengan munculnya kebijaksanaan pemerintah, yaitu program asimilasi terhadap seluruh penduduk WNI keturunan Cina dan penduduk Indonesia WNA semakin cepatlah proses pergeseran bahasa itu dan memunculkan sikap pemertahanan bahasa di antara kelompok-kelompok masyarakat itu.

Kajian terhadap pergeseran dan pemertahana bahasa secara umum dimaksudkan untuk mendeskripsikan terjadinya, sebab-sebab terjadinya, dan pilihan bahasa di tengan masyarakat. Berikut ini dibahas sedikit masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa Mandarin pada satu keluarga WNI keturunan Cina di Lumajang.

2. Konsep Dasar

2.1 Pergeseran Bahasa

Pergeseran bahasa umumnya mengacu pada proses penggantian satu bahasa dengan bahasa lain dalam repertoir linguistik suatu masyarakat. Pergeseran bahasa mengacu pada hasil proses ini (Ibrahim, 2003). Pergeseran bahasa dapat diartikan sebagai pergeseran penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau kelompok penutur akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain atau mobilitas penduduk. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa adalah:

a. Faktor ekonomi, sosial, dan politik

Masyarakat memandang adanya alasan penting untuk mempelajari bahasa kedua dan mereka tidak memandang perlu untuk mempertahankan bahasa etnisnya. Semua itu untuk tujuan meningkatkan ekonomi, status sosial, atau kepentingan politik.

b. Faktor demografi

Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat.

Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang bisa memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik sehingga mengundang penduduk daerah lain untuk mendatanginya. Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi kontribusi mempercepat pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat. Adanya pergeseran bahasa dapat mengakibatkan punahnya suatu bahasa karena ditinggalkan oleh para penuturnya. Peristiwa ini terjadi bila pergeseran bahasa terjadi di daerah asal suatu bahasa digunakan.

2.2 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa kemudian tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pemertahanan bahasa adalah sebagai berikut.

a. Pola-pola penggunaan bahasa.

Ini berarti semakin banyak domain tempat dipakainya bahasa minoritas maka semakin besar kesempatannya untuk mempertahankan bahasa itu. Kemungkinan-kemungkinan itu kebanyakan akan ditentukan oleh faktor-faktor sosial ekonomi.

b. Faktor-faktor demografis.

Jika suatu kelompok itu cukup besar sehingga mampu menyediakan banyak penutur dan mampu mengisolasi dirinya sendiri dari kontak dengan penutur bahasa mayoritas, paling tidak dibeberapa domain maka terdapat kesempatan lebih banyak untuk mempertahankan bahasa. Bila anggota-anggota masyarakat etnis tinggal di lingkungan yang sama, hal ini juga membantu mempertahankan bahasa-bahasa minoritas hidup lebih lama. Frekuensi kontak dengan tanah leluhur juga sangat penting sebagai pemberi kontribusi pemertahanan bahasa.

c. Sikap terhadap bahasa minoritas.

Jika bahasa dihargai dan diperlakukan dengan penuh kebangaan sebagai pengenal kelompok minoritas dan mengungkapkan budaya yang berbeda, lebih besar kemungkinan bahasa itu bertahan. Begitu pula akan sangat membantu bila bahasa itu memiliki status di masyarakat.

3. Masyarakat WNI Keturunan Cina

Masyarakat WNI Cina ditinjau dari kebudayaannya terutama bahasa dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: kelompok Cina peranakan dan kelompok Cina “totok” (Wolf, dalam Sudja’I, 1978). Perbedaan utama antara orang Cina peranakan dan orang Cina “totok” terletak pada bahasa mereka. Orang Cina peranakan adalah penutur asli bahasa Indonesia karena mereka lahir dan dibesarkan di Indonesia. Mereka telah meninggalkan bahasa Cina sebagai bahasa ibu mereka, namun masih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Sedangkan orang Cina “totok” adalah penutur asli bahasa Cina.

Di negeri leluhur mereka masyarakat Cina dibedakan atas empat kelas, yaitu: (1) kelas cendekiawan, (2) kelas petani, (3) kelas buruh, dan (4) kelas saudagar. Golongan (kelas) cendekiawan tidak berimigrasi ke luar. Jadi, hanya golongan 2, 3, dan 4 saja yang merantau.

Dewasa ini orang Cina peranakan dalam berhubungan dengan teman-teman mereka, baik yang berasal dari tanah leluhurnya maupun yang berasal dari orang-orang pribumi, unsur bahasa Indonesianya lebih besar daripada kalau mereka berhubungan dengan orang-orang Cina “totok”. Sebaliknya, jika mereka berhubungan dengan orang-orang Cina ‘totok”, unsur Mandarinnya lebih banyak daripada unsur bahasa Indonesianya.

Dari uraian di atasa, jelas bahwa dalam masyarakat WNI Cina telah terjadi pergeseran bahasa terutama orang Cina peranakan. Mereka bukan lagi penutur asli bahasa Cina melainkan penutur asli bahasa Indonesia.

4. Pola Bahasa Keluarga Keturunan WNI Cina

Meiliana adalah perempuan peranakan atau keturunan WNI Cina yang tinggal di Lumajang. Ayahnya seorang Cina ”totok” yang berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang. Saat kecil Meiliana diasuh oleh pembantunya orang Jawa bernama Aripah. Keluarga Meiliana dalam bertutur menggunakan bahasa Jawa saat berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Begitu juga saat bertutur dalam keluarga, mereka menggunakan bahasa Jawa dengan sedikit campuran bahasa Cina (Mandarin).

Meiliana menikah dengan pria yang sama-sama keturunan WNI Cina. Saat berkomunikasi dengan suaminya, Meiliana menggunakan bahasa campuran, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Mandarin. Tetapi saat bertutur dengan teman-temannya sesama keturunan WNI Cina, Meiliana banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan disisipi bahasa Mandarin.

Pada 2001 di Lumajang berdiri tempat kursus bahasa Mandarin “Maju Bersama”. Pada awalnya tempat kursus itu dibuka untuk kalangan orang-orang keturunan WNI Cina saja, tetapi kemudian dibuka untuk umum. Di tempat inilah Meiliana meningkatkan kemampuannya berbahasa Mandarin Suatu hal yang tidak diperolehnya saat orang tuanya hidup. Selain itu ia pun mengikuti organisasi orang-orang keturunan WNI Cina. Dalam satu kesempatan Meiliana mengikuti tour ke negeri Cina, kesempatan ini dipergunakan untuk menelusuri kota asal leluhurnya.

5. Pembahasan

Pola bahasa Meiliana secara bertahap mengalami pergeseran. Ayah Meiliana adalah Cina “totok”, penutur asli bahasa Mandarin. Ketika berimigrasi ke Indonesia dan menetap di Lumajang, ia berdaptasi dengan lingkungan barunya. Ia pun terpengaruh kebudayaan pribumi. Akibatnya, lambat laun ia meninggalkan bahasa aslinya dan menggunakan bahasa Jawa.

Hal ini terus berlangsung sampai pada anak-anaknya. Pada generasi inilah pergeseran bahasa benar-benar terjadi. Anak-anaknya tidak menguasai bahasa Mandarin. Meiliana hanya mengenal bahasa Mandarin secara terbatas karena orang tuanya tidak lagi menggunakan bahasa itu. Saat ia diasuh oleh orang pribumi, maka semakin sempurnalah ia sebagai penutur asli bahasa Jawa.

Bila diperhatikan pergeseran bahasa yang terjadi karena banyak dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Sebagai pendatang, mereka harus secepatnya beradaptasi dengan lingkungan barunya. Cara termudah agar bisa diterima adalah dengan mengusai bahasa setempat, meninggalkan bahasa aslinya, kemudian membaur dengan budaya masyarakat sekitarnya.

Warga negara Indonesia keturunan asing dan warga negara asing di Indonesia meliputi berbagai bangsa, yaitu bangsa Cina, Arab, Pakistan, India, Belanda, dan sebagainya. Di antara bangsa-bangsa itu secara kualitatif yang paling dominan adalah keturunan WNI Cina. Dengan kewarganegaraan ini mereka telah menjadi bagian bangsa Indonesia.

Terhadap anak-anak keturunan asing, pemerintah mengeluarkan program pengintegrasian. Diharapkan dengan program ini warga negara Indonesia keturunan asing dapat mendalami nilai-nilai hidup dan kehidupan bangasa Indonesia serta bersama-sama menghayati falsafah Pancasila sebagai landasan persatuan bangsa.

Salah satu program pengintegrasian itu adalah pengadaan asimilasi, yaitu kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan, anak didik warga negara Indonesia keturunan asing dan anak didik penduduk Indonesia warga negara asing guna mendapatkan pendidikan nasional. Asimilasi itu bertujuan dan bermaksud :

a. menimbulkan dan memupuk kesatuan nilai, sikap hidup, dan perilaku sehingga tercipta persatuan dan kesatuan bangsa, senasib seperjuangan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai tekad bersama mencapai cita-cita bangsa dan negara Indonesia berdasarkan falsafah negara Indonesia;

b. menumbuhkan perasaan sebagai anggota atau bagian masyarakat bangsa Indonesia seutuhnya sehingga tercapai perikehidupan yang serasi dengan terdapat tingkat kemajuan masyarakat yang merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dalam Sutini Paimin: 1985).

Warga negara Indonesia keturunan Cina secara kuantitatif paling dominan sehingga terhadap merekalah perhatian program asimilasi dilakukan.

Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam proses asimilasi adalah faktor penguasaan terhadap bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis bagi warga negara keturunan Cina. Penguasaan bahasa Indonesia akan mempermudah penghayatan terhadap falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Dengan demikian, WNI keturunan Cina sebagai bagian warga negara kesatuan Republik Indonesia dituntut mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36,yaitu, “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.

Program pemerintah berupa asimilasi seperti uraian di atas menjadi tekanan kuat bagi WNI keturunan Cina untuk melakukan pergeseran bahasa. Peristiwa itu sempurna terjadi karena generasi muda seperti Meiliana tidak lagi menguasai bahasa Mandarin. Bahkan, mereka pun menjadi penutur asli bahasa Indonesia.

Pergeseran bahasa telah terjadi di tengah-tengah masyarakat keturunan Cina tetapi mereka pun berupaya melindungi bahasa Mandarin. Khusus di Lumajang, para WNI keturunan Cina mengambil satu langkah untuk mempertahankan bahasa Mandarin dengan membuka tempat kursus bahasa Mandarin, “Maju Bersama”. Di tempat kursus inilah Meiliana dan generasi muda keturunan Cina lainnya mendapat bimbingan dan memperdalam penguasaannya terhadap bahasa Mandarin. Suatu hal yang tidak dapat diperoleh secara penuh dari orang tua mereka. Dalam satu kesempatan tempat kursus ini mengadakan perjalanan ke negeri Cina sebagai upaya menelusuri tempat leluhur mereka. Dengan hal itu terlihatlah adanya kontak dengan daerah asal mereka, maka semakin kuatlah usaha mereka dalam mempertahankan bahasa Mandarin.

6. Penutup

Pergeseran pemakaian bahasa dari bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia telah terjadi pada keluarga keturunan WNI Cina di Lumajang. Faktor penyebab pergeseran itu adalah faktor sosial budaya dan program integrasi dari pemerintah, yaitu program asimilasi. Tetapi, selain adanya pergeseran bahasa, keluarga keturunan WNI Cina melakukan usaha mempertahankan bahasa Mandarin dengan cara membuka tempat kursus bahasa Mandarin mengadakan kunjungan ke negeri tempat leluhur mereka, Cina.

Daftar Pustaka

  1. Chaer, Abdul. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
  2. Ibrahim, Abdul Syukur. 2003. Bahan Ajar Pendalaman Sosiolinguistik. Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam Malang.
  3. Sudja’I, M.1978. Pemakaian Bahasa Indonesia di Lingkungan Masyarakat Tionghoa Jawa Timur. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.